New Jersey (ANTARA News) - Kereta New Jersey No.1614 yang mengarah ke selatan dari Spring Valley, New York, sebelum pukul 7.30 pagi, dan melalui 16 perhentian adalah transportasi yang biasa dipakai ratusan penumpang untuk bepergian pagi hari.

Namun, sekitar pukul 8.45, ketika kereta mendekati tujuan akhir di Hoboken, di Hudson River yang berhadapan dengan Manhattan, Linda Albelli (62) menyadari dari kursinya di bagian belakang kereta bahwa ada yang tidak benar.

“Saya berpikir, ‘Tuhan, kereta ini tidak melambat dan di sini biasanya kami berhenti,” katanya pada Reuters saat dihubungi lewat telepon.

Beberapa detik berlalu, kereta itu menabrak Hoboken Terminal, menewaskan satu orang dan melukai lebih dari 100 orang lain seperti diungkapkan para saksi mata yang mendeskripsikan adegan mengerikan itu.

Jaime Weatherhead-Saul, yang naik dari Wood-Ridge, New Jersey, sedang berdiri di antara gerbong satu dan dua saat kereta menabrak jalur pemberhentian di stasiun Hoboken, merubuhkan sebagian kolom penyangga atap.

“Rasanya kereta tidak pernah berhenti,” katanya. “Ada orang di depan saya yang jatuh, saling menimpa dan mereka cedera. Orang di depan saya cedera berat. Lalu kami dengar orang berteriak di gerbong pertama.”

Mike Scelzl duduk di gerbong pertama, tidak memperhatikan ketika kereta mendadak keluar dari jalur.

“Saat kami masuk, ada teriakan,” katanya. “Bukan teriakan sakit tapi teriakan kaget.”

Di stasiun, William Blaine, insinyur kereta Norfolk Southern, baru saja turun dari kereta barang dan mau minum kopi saat dia mendengar suara ledakan bagai bom.

“Saat saya berlari, saya melangkahi orang yang sudah mati,” katanya. “Saya melihat tubuh.”

Mike Larson, masinis New Jersey Transit, juga sedang di stasiun saat mendengar ledakan ketika kereta menabrak jalur pemberhentian dan melayang di udara.

“Sulit dipercaya,” kata Larson yang celananya ternoda oleh darah korban. “Saya tidak pernah melihat sesuatu seperti itu selama 29 tahun.”

Tabrakan itu membuat orang kocar-kacir mencari keselamatan. Erika Schaffer (35) sedang berjalan menuju kantornya dekat situ setelah sarapan ketika ia mendengar suara tabrakan, diikuti orang yang berlarian dari stasiun, sebagian berteriak, sebagian berdarah.

Para penumpang cedera yang terjebak di dalam gerbong pertama berhasil kabur lewat jendela kereta, sedangkan penumpang lain membantu mereka keluar.

“Saat turun kami menyadari orang-orang terjebak dan mereka harus keluar lewat jendela,” kata Weatherhead-Saul. “Dan konduktor keluar dan dia berlumuran darah.”

Penumpang di bagian belakang kereta lebih beruntung.

Amy Krulewitz yang berada di gerbong keempat mengatakan pintu terbuka dan penumpang berhasil keluar dengan tertib. Ketika ia melihat dua gerbong depan, ia “terkejut”.

“Saya tidak tahu gerbong depan akan seperti apa,” katanya.

Sebagian orang, kemungkinan komuter yang telah menunggu di peron, terperangkap di bawah reruntuhan, kata beberapa saksi mata, meski pihak berwenang mengatakan mereka segera diselamatkan dan dibawa ke rumah sakit.

Lusinan orang dibawa dengan tandu ketika personil gawat darurat masuk dan keluar stasiun.

“Ketika kami ke peron kami tidak tahu harus kemana,” kata Albelli. “Atap roboh. Ada sangat banyak orang yang butuh bantuan.”

Penerjemah: Nanien Yuniar
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2016