Jakarta (ANTARA News) - Borok calon presiden Amerika Serikat dari Partai Republik, Donald Trump, kembali terekspos setelah perusahaannya diketahui pernah berbisnis di Kuba, dan ini mendorong lawannya dari Partai Demokrat, Hillary Clinton, angkat bicara dengan menyatakan Trump telah melanggar undang-undang Amerika Serikat.

Newsweek Kamis waktu AS lalu melaporkan bahwa sebuah perusahaan hotel dan kasino milik Trump diam-diam menjalin bisnis dengan Kuba yang adalah ilegal karena waktu itu AS menerapkan sanksi kepada pemerintahan presiden Kuba (waktu itu) Fidel Castro.

"Hari ini kita mengetahui usaha-usahanya untuk berbisnis di Kuba yang jelas menyalahi undang-undang AS, jelas-jelas mencemooh kebijakan luar negeri Amerika, dan dia dengan konsisten menyesatkan rakyat dalam menjawab pertanyaan apakah dia telah berusaha berbisnis di Kuba," kata Hillary kepada wartawan di pesawat kekampanyeannya.

Hillary dan Trump bersaing sengit menjelang Pemilu Presiden 8 November.

Newsweek, mengutip wawancara dengan bekas eksekutif Trump, dokumen internal perusahaan dan berkas pengadilan, melaporkan bahwa perusahaan Trump telah mengeluarkan paling tidak 68.000 dolar AS untuk kunjungan ke Kuba pada 1998 ketika perjalanan bisnis ke Kuba dilarang oleh pemerintah AS.

Perusahaan Trump itu tidak secara langsung membelanjakan uangnya, namun menyalurkan dana tunai untuk kunjungan ke Kuba itu melalui sebuah perusahaan konsultan Amerika, lapor Newsweek.

Mengutip bekas eksekutif Trump, Newsweek menyebutkan bahwa tujuan kunjungan ke Kuba itu adalah memberikan batu pijakan kepada perusahaan Trump sebagai ancang-ancang seandainya embargo AS ke Kuba dicabut oleh Washington.

Bekas eksekutif itu mengaku Trump ikut dalam pembahasan tentang kunjungan ke Kuba itu dan tahu itu terjadi, demikian Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016