Jakarta (ANTARA News) - Calon Gubernur DKI Jakarta Agus Harimurti Yudhoyono berpasangan dengan Cawagub Silvyana Murni diusung koalisi Partai Demokrat, PPP, PKB dan PAN.

Banyak pihak yang menyayangkan keputusan Agus, dan tentu saja Susilo Bambang Yudhoyono beserta seluruh keluarga Cikeas, yang terkesan memaksakan diri untuk terjun ke politik dan meninggalkan karier militernya. Pasalnya, sebagai perwira menengah muda, Agus dinilai memiliki karier cemerlang.

Agus merupakan lulusan terbaik Akademi Militer angkatan 1998. Sebagai perwira menengah TNI Angkatan Darat dengan pangkat Mayor Infanteri, Agus diketahui memiliki tiga gelar master dari luar negeri.

Tiga gelar master itu adalah Master Kajian Strategi dari S Rajaratam School of International Studies, Nanyang Technological University, Singapura, Master Administrasi Publik dari John F Kennedy School of Government, Harvard University, Amerika Serikat dan Master of Arts Leadership and Management dari George Herbert Walker School of Business and Technology, Webster University.

Agus juga merupakan lulusan terbaik sejumlah sekolah militer seperti Kursus Dasar Petugas Infanteri, Kursus Intelijen Tempur, Kursus Petugas Operasi Batalyon dan Kursus Manuver Karir Kapten di Fort Benning.

Bayang-bayang Yudhoyono
Karena itu, banyak yang mengira, "penarikan" Agus dari militer ke panggung politik merupakan upaya Yudhoyono mempersiapkan "putra mahkota", mungkin karena adiknya, Edhie Baskoro Yudhoyono yang biasa dipanggil Ibas, kurang moncer di panggung politik.

Yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apakah Agus sudah cukup siap untuk berpolitik dengan bekal karier militer yang masih "hijau"? Memang ada yang membandingkan Agus dengan John F Kennedy, salah satu presiden Amerika Serikat, yang keluar dari dinas kemiliteran untuk terjun ke politik.

Pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan Agus mewarisi modal besar ayahnya, Susilo Bambang Yudhoyono.

"Namun, Agus memiliki kelemahan akan banyak bergantung pada ayahnya, seperti Bush Junior yang sangat mengandalkan penasihat ayahnya," tutur Firman.

Menurut Firman, bila tidak diatur dan dikelola dengan baik, modal besar yang diwarisi Agus dari Yudhoyono bisa berbalik dan berubah menjadi skandal.

Muda-Berpengalaman
Direktur Strategi Indo Survey & Strategy Karyono Wibowo mengatakan pemilihan Agus yang berpasangan dengan Sylviana Murni bisa jadi karena faktor muda dan pengalaman yang akan saling melengkapi. Memang di antara, para bakal calon yang sudah mendaftarkan diri ke KPU DKI Jakarta, Agus merupakan yang termuda.

"Agus dikenal sebagai figur muda yang dinilai memiliki kapasitas kepemimpinan di masa depan. Sedangkan Sylvi adalah seorang birokrat senior yang memiliki pengalaman di pemerintahan sebagai Deputi Gubernur DKI Jakarta," ujar Karyono.

Karena itu, Karyono menilai Partai Demokrat dan partai-partai koalisinya tidak akan main-main dengan mengusung pasangan Agus-Sylvi pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.

"Pemilihan Agus Harimurti sebagai calon gubernur menimbulkan kesan di benak publik seolah-olah Yudhoyono tidak main-main dengan keputusannya, sampai harus meninggalkan karier militer anaknya," tuturnya.

Karyono mengatakan keputusan Yudhoyono tersebut memang mengundang banyak pertanyaan dan berbagai pendapat tentang sosok Agus yang harus rela berhenti dari karier militernya dan lebih memilih terjun ke kancah politik sebagai calon gubernur.

Menurut Karyono, kepercayaan publik terhadap figur Susilo Bambang Yudhoyono dan keluarga Cikeas bisa menurun bila Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni kalah dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017.

"Bila Agus sampai kalah dalam pemilihan gubernur DKI, maka itu sama saja dengan harakiri politik yang dilakukan keluarga Cikeas," ujarnya.

Agus jika kalah pada Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017, pengaruhnya bisa membawa dampak psikologi politik yang negatif bagi karier politiknya sendiri pada masa depan.

"Namun, bisa saja Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 bukan sasaran utama. Bila kalah sekalipun, nama Agus Harimurti semakin populer," imbuhnya.

Ada yang mengatakan Yudhoyono sedang mempersiapkan Agus menjadi calon presiden dengan menjadikan momentum Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 sebagai tahapan untuk maju pada pemilihan presiden.

Mungkin saja Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 hanya sasaran antara. Pencalonan di DKI hanya sekadar mengadu nasib. Menang syukur, kalah pun tidak menjadi persoalan karena bukan tujuan utama.

Bila itu yang dilakukan keluarga Cikeas dan Partai Demokrat, maka bisa jadi mereka hanya menguji kekuatan dan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Yudhoyono pada Pilkada Gubernur DKI Jakarta 2017 sekaligus melihat peluang pada pemilihan presiden berikutnya.

Oleh Dewanto Samodro
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016