Setiap dosen harus mengenali secara pribadi setiap mahasiswa."
Luzern (ANTARA News) - Alat musik alphorn khas Swiss berupa pipa panjang menyambut undangan, para alumni dari berbagai negara dan staf pengajar serta pimpinan sekolah pariwisata di Luzern yang bernama International Management Institute (IMI).

Mereka akhir pekan ini melakukan perjalanan menyusuri danau Luzern menuju IMI University Center yang berada di Kastenienbaum, kota kecil di kaki Gunung Pilatus, untuk merayakan ulang tahun ke 25 sekolah yang didirikan oleh para diasposa Indonesia itu.

Perayaan hari ulang tahun (HUT) ke 25 IMI bagi satu perguruan tinggi yang khusus bergerak di bidang pariwisata bukanlah usia yang muda, apalagi Swiss dikenal mengandalkan industri pariwisata sebagai kontribusi pendapatan negaranya.

Pendiri sekolah IMI, Heinz Burki, kepada ANTARA News mengakui bahwa perguruan tinggi tersebut bertanggung jawab dalam mengembangkan pribadi yang profesional kepada mahasiswa sehingga orang tua dengan senang hati bersama anaknya memilih IMI sebagai lanjutan pendidikan.

Heinz Burki selaku pendiri dan pemilik IMI adalah mantan tenaga ahli yang dikirim Pemerintah Swiss membantu membangun dan mengembangkan National Hotel Institute (NHI) di Jalan Setiabudi, Kota Bandung, Jawa Barat, tahun 1973, yang sekarang menjadi Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (STPB) di bawah Kementerian Pariwisata.

IMI memang bukan satu-satunya sekolah pariwisata yang ada di Swiss, tapi IMI sebagai perusahaan keluarga tetap mempertahankan skala kecil dengan menerima paling banyak sekira 200 mahasiswa per semester.

Perayaan HUT ke-25 IMI yang diadakan secara sederhana sehari sebelumnya, yakni mewisuda sekitar 200 mahasiswa dari berbagai negara yang dihadiri Duta Besar Republik Indonesia untuk Konfederasi Swiss dan Keharyapatihan Liechtenstein, Linggawaty Hakim.

Diplomat karir Kementerian Luar Negeri RI itu mengemukakan, Indonesia bisa belajar dari Swiss dalam hal mengembangkan dan mengelola sektor industri pariwisata khususnya dalam pendidikan sumber daya manusia (SDM) di bidang pariwisata.

Oleh karena, Swiss terus mengembangkan dan mengelola objek wisatanya sehingga menjadi favorit wisatawan dunia. Negeri yang mahir memproduksi coklat dan jam maupun arloji itu pun berhasil memberikan kesejahteraan kepada penduduknya yang berjumlah sekitar delapan juta orang.

Salah seorang diaspora Indonesia yang bermukim di Swiss, Budiman Wiriakusumah, mengatakan bahwa sistem pendidikan Swiss menitikberatkan kepada sekolah kejuruan dalam menyiapkan calon pekerja profesional, terutama di bidang pariwisata dan perhotelan.

Diharapkannya pemerintah dapat berperan sebagai jembatan antara dunia pndidikan dan dunia bisnis sebagai panjamin dalam siswa melakukan praktik kerja.

Hal ini dapat dicontoh Indonesia dalam membantu mengurangi pengangguran khususnya pendidikan vocational yang siap jadi, seperti yang diharapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Dekan IMI, Prof. Theodore Benetatos, mengatakan bahwa IMI terus mengembangkan kurikulum sesuai dengan perkembangan kebutuhan dunia bisnis. IMI merupakan perpaduan keramahan, bisnis dan keuangan (hospitality, business and finance).

"Setiap dosen harus mengenali secara pribadi setiap mahasiswa," ujar pria dari Yunani itu.

Dikatakannya, sebagai dekan dirinya juga wajib sangat akrab dengan mahasiswanya, dan memberikan mereka aksesibilitas (accessibility) terhadap berbagai alternatif.

"Saya selalu menyediakan waktu dan juga accessibility kepada setiap siswa untuk mendiskusikan mengenai segala macam permasalahan," ujarnya.

Theodore mengatakan bahwa siap untuk membantu Indonesia, dan bahkan November 2016 akan ke Indonesia menjadi nara sumber pada acara seminar pariwisata di Jakarta.

Ajang reuni

Dalam perayaan HUT ke 25, IMI juga mengundang alumni dari berbagai negara, tidak saja dari Indonesia, juga dari Vietnam dan Kanada.

IMI menyediakan sarana belajar yang sangat bersahabat untuk belajar, ujar alumni Yenny Tanudjaja.

Diakuinya, setelah 17 tahun meninggalkan IMI tidak ada yang berubah.

"Semuanya tetap indah, mengagumkan, terjaga abadi," ujar perempuan yang mempunyai pengalaman lebih dari 14 tahun bergerak dalam industri pariwisata itu.

Yenny juga menyarankan kepada mahasiswa Indonesia yang tengah menuntut ilmu di IMI untuk belajar yang lebih keras karena kesempatan untuk maju terbuka luas.

Hal senada dikemukakan Vo Thuy Nath Minh, alumni IMI yang khusus datang dari Ho Chi Minh City, Vietnam, untuk menghadiri acara HUT ke 25 IMI.

Ia termasuk salah seorang profil kisah sukses yang diraih alumni IMI. Vo Thuy Nath Minh kini menjadi dosen di Hoa Sen University setelah menyelesaikan pendidikannya di IMI Luzern.

Ikatan yang kuat dari alumni dan dosen IMI juga diperliatkan oleh Joe Tanti yang datang dari Malta untuk ikut merayakan HUT IMI ke-25. Ia merasa bangga bisa menjadi bagian dari perjalanan sejarah IMI.

Hal yang sama juga disampaikan Erwin Latief yang menjadi mahasiswa teladan IMI tahun 1992, dan kini menjabat sebagai manajer di salah satu hotel besar di Bali.

Ia menceritakan pengalaman sejak lulus IMI menjadi manajer yang berhasil.

"Saya terharu dan bangga bisa kembali ke Luzern setelah 20 tahun," ujar Erwin.

Diakuinya menuntut ilmu di IMI merupakan suatu kebanggaan, apalagi kampusnya sekarang semakin maju dan jumlah mahasiswanya juga bertambah.

Suasana kekeluargaan di antara mahasiswa dan dosen serta pendiri IMI, Heinz Burki, juga terjaga baik.

Namun, Erwin juga menyarankan kepada mahasiswa IMI untuk memanfaatkan teknologi, karena dia menuntut ilmu di Luzern belum semaju seperti saat ini.

Perwakilan IMI di Indonesia Drs Rachmat Solahuddin mengatakan keberadaan sekolah pariwisata di Indonesia tidak lepas dari peran IMI, terutama Heinz Burki yang membantu mendirikan sekolah pariwisata di Bandung, terutama dalam pembuatan kurikulum yang saat ini sudah berstatus disamakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Pada awalnya, menurut dia, memang ditujukan untuk mencetak langsung tenaga kerja yang siap pakai, seperti yang diharapkan oleh Presiden Jokowi.

Pengembangan sekolah vocational yang bisa langsung terjun ke dunia kerja, terutama di industri pariwisata yang saat ini dipacu untuk meraih target mendatangkan 20 juta wisatawan.

Menurut Rachmat, saat ini Pemerintah Swiss juga akan membantu dalam mendirikan sekolah pariwisata di berbagai daerah untuk mempersiapkan tenaga siap pakai bagi industri pariwisata.

Pada perayaan 25 tahun IMI ini dapat menjadi momentun dalam meningkatkan kerja sama Pemerintah Swiss dengan Indonesia, untuk menjual obyek wisata yang tentunya tidak kalah banyak dan indahnya dengan negeri lainnya.

Oleh Zeynita Gibbons
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016