"Berapa?" "100 km/jam dan nambah terus."

Potongan dialog tersebut terulang tiap kali minibus berisi 11 orang penumpang itu meluncur lebih cepat di jalanan beraspal mulus dengan latar barisan gunung batu.

Mereka yang duduk di barisan belakang penasaran dengan pergerakan mobil penuh penumpang itu di jalanan yang tampak menanjak dalam kondisi mesin dimatikan.

Dimulai dari kecepatan 20 km/jam dan terus naik secara bertahap, sehingga disambut dengan sorak-sorai penumpang ketika angka melewati 100 km/jam.

Hingga akhirnya menyerah saat speedometer atau alat pengukur kecepatan menyentuh angka 120 km/jam, karena jika lebih cepat lagi dikhawatirkan membahayakan penumpang, mengingat jalanan tersebut bukan satu arah namun dua arah. Mesin pun kembali dinyalakan demi keamanan.

Apalagi walaupun siang bolong dengan matahari tegak lurus, kendaraan-kendaraan besi terus berdatangan membawa wajah-wajah penasaran. Calon saksi-saksi baru dan pembawa kabar fenomena aneh tapi nyata itu.

Fenomewa mobil bergerak dengan cepat pada saat mesin dimatikan memang terbilang unik, mengingat sejak detik pertama Isaac Newton menyadari kenapa buah apel jatuh ke bawah, hukum gravitasi sudah ditasbihkan dan publik sudah melek pada peristiwa alamiah itu.

Dalam ilmu fisika, sedikit benda yang bisa bergerak melawan gaya gravitasi tanpa gaya tambahan.

Namun konon kabarnya di jalanan sepanjang lebih kurang tiga kilometer itu, ada sebuah magnet sebesar gunung yang mampu menarik mobil-mobil naik bukit kembali ke arah Kota Madinah, Arab Saudi.

Jabal Magnet

Terletak 60 kilometer dari utara pusat Kota Madinah, kawasan pegunungan batu yang dikenal sebagai Jabal Magnet atau Gunung Magnet tersebut cukup populer di kalangan wisatawan yang berkunjung ke kota suci itu, terutama wisatawan Asia.

Hampir seluruh kelompok bimbingan ibadah (KBIH) haji dan umrah dipastikan menjadwalkan Jabal Magnet dalam salah satu agenda wisata.

Bumbu kisah tentang kekuatan magnet mahadahsyat yang mampu menarik mobil-mobil penuh penumpang sudah pasti menciptakan rasa penasaran tersendiri.

Setelah tiba di lokasi tersebut biasanya rombongan wisatawan akan segera turun untuk mengabadikan bagaimana mobil-mobil tersebut meluncur di jalanan yang tampak menanjak.

Lalu diulang lagi dengan posisi mereka duduk di dalam untuk merasakan langsung "keajaiban" itu.

Seperti siang itu ketika sekelompok wisatawan Indonesia bertemu wisatawan Pakistan dan Bangladesh yang nampak takjub atas peristiwa itu.

Seorang wisatawan Pakistan bahkan mendemonstrasikan bagaimana sebuah botol air pun bergerak ke arah jalanan yang tampak menanjak menjauh dari bundaran buntu di ujung pegunungan.

Di bawah matahari Kota Sang Nabi pada siang yang terik dengan suhu 45 derajad Celsius dan kelembaban 6 persen, terjadilah tukar informasi sepatah dua patah tentang keistimewaan Jabal Magnet.

Sayangnya, dari puluhan gunung batu di situ tak ada satu pun yang secara pasti dapat menunjukkan letak magnet terbesar tersebut.

Lembah Para Jin

Ternyata warga Madinah sendiri konon tak mengenal tempat tersebut sebagai Jabal Magnet, dan bahkan para mukimin yang telah 10 tahun tinggal di situ tak dapat menjelaskan siapa yang pertama kali menyebut lokasi itu sebagai Jabal Magnet.

Warga Madinah menyebut kawasan yang dikelilingi dengan bukit-bukit batu putih alami yang kontras dengan biru langit dan kelamnya aspal itu sebagai Wadi al Jinn (Lembah Para Jin) atau Wadi E Baida (Lembah Putih) atau Jabal Baido (Gunung Putih).

Mobil-mobil wisatawan yang ingin parkir di lokasi itu namun justru bergerak menaiki bukit kembali ke arah Kota Madinah konon karena jin-jin di situ enggan diusik oleh manusia.

Bahkan ada yang mengaku mendengar suara misterius di malam hari yang berkata, "Ini bukan tempat manusia, kembali ke kota kalian."

Bagi yang percaya, suara itu diklaim sebagai suara jin yang marah karena kedamaiannya terusik. Namun yang tidak percaya, menunjuk embusan angin yang membelai punggung gunung sebagai sumber dari suara-suara misterius itu.

Namun, dengan atau tanpa jin, pemandangan yang indah di tempat tersebut membuat pemerintah menetapkan kawasan di sekitar jalanan buntu di kaki gunung-gunung batu tersebut sebagai taman nasional.

Perjalanan tak lebih dari 40 menit dari pusat kota, dan pemandangan kebun-kebun kurma di sisi kiri dan kanan jalan sebelum berubah menjadi bukit-bukit batu, lokasi tersebut dengan cepat masuk daftar tempat wisata favorit.

Pada kaki gunung-gunung batu itu juga tampak danau buatan, sayangnya kondisinya pada penghujung September 2016 telah kering kerontang.

Setiap hari libur, Jumat dan Sabtu, warga Madinah banyak yang menggelar piknik keluarga di lokasi itu.

Tenda-tenda dan peralatan barbeque adalah pemandangan yang jamak ditemui di seputar taman bermain yang terletak di kaki gunung. Kontras dengan suasana sunyi senyap kala hari kerja.

Ilusi Optik
Botol air yang bergerak sendiri. Gawai seperti telepon pintar atau kamera berfungsi normal serta merta menggugurkan teori tentang keberadaan sebuah medan magnet mahabesar yang mampu menarik bus berpenumpang penuh.

Bukan tak ada gravitasi di lokasi itu, karena ternyata semua "keanehan" itu semata-mata adalah ulah gravitasi.

Laiknya para tukang sulap dengan topi kelincinya, pegunungan di sekitar kawasan tersebut tengah memainkan triknya pada mata dan alam pikiran pengunjung.

Para wisatawan laiknya tengah duduk di sebuah panggung tukang sulap abad ini saat menjejakkan kaki di Wadi Al Jinn.

Mata boleh terbelalak lebar namun tak juga menyadari sebuah mahakarya ilusi optik. Tipuan pada mata yang kemudian mengirim sinyal yang salah pada otak.

Jalanan yang tampak menanjak ke arah Kota Madinah sesungguhnya menurun, namun gunung-gunung batu yang bertengger rapi di sepanjang jalan mengaburkan garis cakrawala atau garis laut.

Tak dapat lagi mata menentukan titik tertinggi dan terendah, tersihir oleh kontur barisan gunung berbatu itu.

Mata wisatawan yang tak menemukan garis cakrawala akhirnya menduga jalanan tersebut bergerak naik, padahal jika dilihat bentang alam wilayah tersebut terlihat jelas jalanan tersebut menurun.

Air pun selalu bergerak ke bawah, oleh karena itu botol air tersebut menggelinding menuju Kota Madinah.

Mobil-mobil itu juga melaju kencang karena menuruni bukit, bukan sebaliknya. Memang tak mungkin sebaliknya. Itulah pula sebabnya puluhan swafoto atau foto grup dapat tersimpan rapi di gawai. Tak ada magnet raksasa itu.

Tapi kisah magnet sebesar gunung tersebut sangat tertanam di benak banyak pengunjung.

Itulah sebabnya hampir semua ingin mempraktikkan atraksi menggelinding dengan mesin mati, bila tanpa kewaspadaan pengemudi sangat berbahaya bila dilakukan di jalan dua arah dengan kerumunan wisatawan di tepi jalan.

Kabarnya kawasan wisata itu belum lama baru mengizinkan kembali kendaraan besar masuk ke lokasi itu, setelah kecelakaan beberapa tahun lalu akibat sebuah bus mencoba melakukan atraksi mesin mati.

Di dunia fenomena itu dapat ditemukan di sejumlah tempat dengan kontur kawasan perbukitan atau pegunungan, sebut saja Amerika Serikat yang mendaftarkan 40 lokasi, Kanada dan Australia mengklaim enam lokasi, Irlandia dan Inggris Raya mengantongi empat lokasi dan Italia tiga lokasi.

Tapi tak usahlah jauh-jauh ke negara-negara itu, fenomena bukit magnet juga ada di Tanah Air, tepatnya di Desa Limpakuwus, Baturaden, Banyumas, Jawa Tengah.

Oleh Gusti NC Aryani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016