Beirut/Jenewa (ANTARA News) - Pemberontak yang bersembunyi di Aleppo bisa pergi bersama keluarga mereka jika mereka meletakkan senjata mereka, kata Presiden Suriah Bashar al-Assad pada Kamis (6/10), berikrar menekan kota terbesar Suriah itu dengan serangan dan merebut kembali kendali penuh negerinya.

Penawaran amnesti itu disampaikan menyusul dua pekan serangan berat dalam perang sipil yang sudah berlangsung lima setengah tahun, yang telah menewaskan ratusan orang yang terjebak di dalam sektor timur Aleppo yang dikuasai pemberontak.

Amnesti serupa juga ditawarkan pemerintah kepada para petempur di daerah-daerah terkepung lain seperti Daraya, pinggiran Damaskus, yang selama bertahun-tahun berada dalam kepungan sampai pemberontak menyerah pada Agustus.

Namun demikian mereka menyatakan tidak berencana meninggalkan Aleppo, daerah urban utama yang mereka kuasai, dan mencela tawaran amnesti itu sebagai muslihat.

"Tidak mungkin bagi kelompok pemberontak untuk meninggalkan Aleppo karena ini akan menjadi muslihat rezim," kata Zakaria Malahifji, pejabat kelompok Fastaqim yang berbasis di Turki yang sedang berada di Aleppo kepada kantor berita Reuters.

"Aleppo tidak seperti daerah yang lain, tidak mungkin mereka akan menyerah."

Angkatan Darat Suriah mengumumkan penurunan penembakan dan serangan udara pada Rabu untuk memungkinkan orang meninggalkan kota.

Mereka bergerak dengan ultimatum: "Semua yang tidak memanfaatkan kesempatan yang diberikan untuk meletakkan senjata mereka atau pergi akan menghadapi nasib tak terelakkan."

Pemerintah juga mengirimkan pesan teks ke telepon genggam sejumlah orang yang terjebak di sektor terkepung, memberi tahu mereka untuk menolak petempur yang ada di antara mereka.

Lebih dari 250.000 orang diyakini terjebak di bagian timur Aleppo yang dikuasai pemberontak, menghadapi kelangkaan pangan dan obat parah.

Berbicara dengan televisi Denmark, Assad mengatakan dia akan "melanjutkan pertempuran dengan pemberontak sampai mereka meninggalkan Aleppo. Mereka harus. Tidak ada pilihan lain."

Dia mengatakan bahwa dia ingin pemberontak menerima kesepakatan untuk meninggalkan kota bersama keluarga mereka dan menuju daerah-daerah lain yang dikuasai pemberontak seperti di Daraya. Namun baik Assad maupun para jenderalnya tidak memberi tenggat waktu bagi pemberontak untuk menerima tawaran mereka.

Perang Suriah telah menewaskan ratusan ribu orang, membuat separuh warganya kehilangan tempat tinggal, menyeret masuk kekuatan global dan regional ke dalamnya dan mengakibatkan wilayah luasnya jatuh ke tangan kelompok ISIS yang melancarkan serangan di seluruh dunia.

Amerika Serikat dan Rusia sama-sama memerangi ISIS namun posisinya berseberangan dalam perang sipil yang lebih luas, dengan Moskow bertempur untuk melindungi Assad dan Washington mendukung pemberontak yang menentangnya.

Menggempur daerah yang dikuasai pemberontak di Aleppo, yang meliputi bagian besar Kota Tua yang padat penduduk, butuh waktu berbulan-bulan dan mengakibatkan pertumpahan darah, Utusan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Suriah memperingatkan pada Kamis.

"Intinya adalah dalam maksimum dua bulan, dua setengah bulan, bagian timur Aleppo pada tingkat ini bisa sepenuhnya hancur," kata Staffan de Mistura sebagaimana dikutip kantor berita Reuters.

Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016