Saya terima? Buktikan saja kalau memang saya terima. Makanya dia (Nazaruddin) saya laporkan ke Polda. Ada rekomendasi dari ICW (Indonesia Corruption Watch), LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), bahwa proyek ini akan bermasalah."
Jakarta (ANTARA News) - Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi membantah mendapatkan aliran dana dari proyek pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (E-KTP) 2011-2012 di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

"Saya terima? Buktikan saja kalau memang saya terima. Makanya dia (Nazaruddin) saya laporkan ke Polda. Ada rekomendasi dari ICW (Indonesia Corruption Watch), LKPP (Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah), bahwa proyek ini akan bermasalah," kata Gamawan usai diperiksa di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Gamawan diperiksa untuk tersangka mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri Irman. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin, melalui pengacaranya Elza Syarif pernah mengatakan bahwa proyek E-KTP, dikendalikan ketua fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto, mantan ketua umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang dilaksanakan oleh Nazaruddin, staf dari PT Adhi Karya Adi Saptinus, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri dan Pejabat Pembuat Komitmen.

Dalam dokumen yang dibawa Elza tampak bagan yang memuat nama (1) Mendagri (Gamawan/Anas), (2) Sekjen (Dian Anggraeni), (3) PPK (Sugiarto), dan (4) Ketua Panitia Lelang (Drajat Wisnu S) sebagai penerima aliran dana E-KTP.

"Saya tadi diperiksa untuk menjelaskan tentang prosedur dari awal sampai teknisnya," tambah Gamawan.

Menurut Gamawan, ia bahkan mengajak KPK dan Padan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP) untuk mengawal proyek tersebut.

"Saya mengajak KPK, BPKP juga mengaudit dua kali. Jadi setelah tender saya minta audit lagi ke BPKP, setelah itu saya tidak tahu lagi," tambah Gamawan.

Namun Gamawan enggan menjawab mengenai proses pembahasan anggaran dan perbuatan dua bekas anak buahnya yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Tersangka dalam kasus ini adalah mantan Dirjen Dukcapil Irman yang juga Kuasa Pengguna Anggaran proyek pengadaan E-KTP dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen proyek E-KTP Sugiharto.

Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp2 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp6 triliun.

Irman dan Sugiharto disangkakan pasal ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun anggaran 2011 dan 2012.

Pembagian tugasnya adalah PT PNRI mencetak blangko E-KTP dan personalisasi, PT Sucofindo (persero) melaksanakan tugas dan bimbingan teknis dan pendampingan teknis, PT LEN Industri mengadakan perangkan keras AFIS, PT Quadra Solution bertugas mengadakan perangkat keras dan lunak serta PT Sandipala Arthaputra (SAP) mencetak blanko E-KTP dan personalisasi dari PNRI.

PT Quadra disebut Nazar dimasukkan menjadi salah satu peserta konsorsium pelaksana pengadaan sebab perusahaan itu milik teman Irman dan sebelum proyek e-KTP dijalankan, Irman punya permasalahan dengan Badan Pemeriksa Keuangan. PT Quadra membereskan permasalahan tersebut dengan membayar jasa senilai Rp2 miliar, maka teman Kemendagri pun memasukkan PT Quadra sebagai salah satu peserta konsorsium.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016