Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengimbau masyarakat agar dapat membeli mutiara asli Indonesia yang keindahannya sudah terkenal sampai ke luar negeri dan terkenal dibanding produk lain seperti mutiara air tawar dari China.

"Beli mutiara Indonesia. Katanya mutiara Indonesia salah satu yang terbaik di dunia," kata Menteri Susi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Kamis.

Menurut Susi, mutiara adalah salah satu jenis industri kelautan yang potensial untuk dikembangkan.

Untuk itu, ujar dia, dibutuhkan kolaborasi antar para pengusaha dengan pihak pemangku kepentingan terkait.

"Kita ingin lebih banyak perkawinan bisnis, agar tumbuh lebih banyak bisnis sektor kelautan dan perikanan," ungkap Susi.

Selain kerja sama, Susi juga ingin pola pikir pengusaha mutiara harus diubah agar kerja sama antara berbagai pihak dapat berjalan lebih baik.

Salah satu mutiara asli Indonesia yang terkenal sampai ke mancanegara yaitu mutiara Lombok, sehingga jangan sampai komoditas asli nusantara itu kalah bersaing.

Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menginginkan berbagai pihak jangan sampai melakukan beragam aktivitas yang dapat merusak keindahan sumber daya laut, termasuk yang ada di dasar lautan.

"Selama dua tahun terakhir saya banyak bergelut dengan pelaku ilegal fishing yang merampas keindahan yang tidak kelihatan, keindahan yang ada di dalam laut," kata Menteri Susi dalam acara peresmian Pameran Seni Rupa dan Imaji Bahari Nautika Rasa di Galeri Nasional, Jakarta, Selasa (13/9).

Menurut Susi Pudjiastuti, pihak-pihak yang mengambil sumber daya laut dan merusaknya kerap melakukan langkah-langkah politis seperti melakukan lobi dan upaya-upaya diplomasi.

Menteri Kelautan dan Perikanan merasa miris bila sedang menyelam melihat bahwa di dalam lautan terdapat karang-karang yang hancur akibat kegiatan-kegiatan yang destruktif.

Dia dalam sejumlah kesempatan sebelumnya memang kerap kritis dan selalu meminta nelayan untuk menghindari penangkapan ikan dengan cara-cara yang merusak biota laut.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016