Dakar (ANTARA News) - Lebih dari dua tahun setelah wabah Ebola terburuk dunia terjadi di Afrika Barat, sarana kesehatan di Liberia kekurangan air dan toilet, kata badan amal sanitasi WaterAid, Jumat.

Di kawasan kumuh West Point di ibu kota Monrovia, yang dikarantina selama wabah Ebola, petugas kesehatan mengatakan kekurangan air dan toilet menyebabkan pasien berisiko mengalami infeksi dan penyakit, kata WaterAid.

Perawat harus berhenti saat melakukan pengobatan untuk mengambil air dan pasien harus buang air di tempat kotor di luar pusat kesehatan, kata badan amal berkantor di Inggris itu.

Liberia dinyatakan bebas dari penyakit demam berdarah mematikan itu untuk keempat kali pada Juni tahun ini. Wabah itu menewaskan lebih dari 11.300 orang dan menjangkiti sedikitnya 28.600 saat menyebar ke Guinea, Sierra Leone dan Liberia sejak 2013.

"Banyak petugas kesehatan yang berjuang begitu gagah berani untuk menyelamatkan nyawa hari ini bekerja dalam kondisi yang sangat sedikit mengalami perubahan: suatu kondisi dengan pasokan air yang tak dapat diandalkan, toilet cadangan dan insinerator yang tidak bekerja," kata Kate Norgrove dari WaterAid.

"Keadaan itu membuat dokter, perawat, bidan, pembersih dan pasien mengalami risiko serius dari infeksi dan penyakit," kata kepala global kampanye untuk WaterAid dalam sebuah pernyataan.

Sembilan di 10 fasilitas kesehatan di Liberia tidak memenuhi standar Departemen Kesehatan untuk pasokan air, kata WaterAid, yang meluncurkan kampanye guna meminta petugas kesehatan untuk melobi pasokan air yang lebih baik, sanitasi dan kebersihan di seluruh dunia.

Hampir empat dari 10 fasilitas kesehatan di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah tidak memiliki akses terhadap air, lebih dari sepertiga tidak memiliki sabun untuk mencuci tangan, dan seperlimanya tidak memiliki sanitasi memadai, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), seperti dilaporkan Thomson Reuters Foundation.

(Uu.G003)

Editor: Heppy Ratna Sari
Copyright © ANTARA 2016