Bandung (ANTARA News) - Pebulutangkis paralimpik Muhammad Bakri (45) membutuhkan waktu hampir setahun lamanya agar lihai bergerak ke sana kemari mengambil dan mendorong bola di atas kursi roda. Sebelumnya, dia juga harus berkutat  menemukan jenis kursi dan bahan yang pas dengan kondisi tubuhnya.

"Karena kami mempunyai kesulitan pada kaki, maka mempergunakan kursi roda, memerlukan waktu sangat lama untuk bisa menyesuaikan diri, saya berjuang hampir setahun untuk bisa menjadikan kursi roda, terakses," ujar Bakri saat ditemui ANTARA News di GOR Bulutangkis Lodaya, Bandung, Senin siang.

Lihai bergerak di atas kursi roda belum cukup. Tanpa teknik hasil latihan rutin, pebulutangkis paralimpik tak mungkin bisa meraih poin demi poin di arena pertandingan.

"Belum lagi kita mengambil bola, mendorong bola, melakukan akselarasi bola, ya ini perlu waktu memang," kata Bakri.

Dalam pertandingan paralimpik sendiri, para pemain hanya perlu menggunakan satu sisi bidang permainan. Raihan poin menggunakan sistem rally poin hingga mencapai 21 untuk semua nomor.

Kemudian, pada poin ke-11 setiap game, pemain diizinkan istirahat selama satu menit. Sementara di waktu pergantian tempat antara game pertama dan kedua, pemain diizinkan istirahat selama dua menit. Sekalipun pemain tak perlu bergerak terlalu jauh, peraturan penggunaan satu bidang permainan nyatanya memunculkan kesulitan lain bagi mereka.   

"Kami memakai separuh lapangan sehingga tingkat kesulitannya lebih tinggi. Banyak out-nya. Ini perlu konsentrasi, perlu akses kursi roda. Di bulutangkis kita bisa jatuh, di atas roda," tutur Bakri.




Sekalipun kesulitan mendera, menurut Bakri, tak berarti seorang difabel harus mengubur asa menjadi seperti pebulutangkis legenda Lim Swie King.

Bagi dia, latihan rutin misalnya tiga kali dalam sehari, istirahat enam jam sehari, mengelola pola makan sehat menjadi kunci penting menaklukan lawan.  

"Untuk recover, suplemen bagi diri kita, istirahat cukup. Makanan tidak boleh pedas, harus banyak sayur supaya tidak dehidrasi. Minum air meneral sekitar 8 buah botol sedang. Tidur berkualitas, yakni 6 jam sehari," kata dia yang mengidolakan Lim itu.

Bakri yang harus menjadi seorang difabel karena kecelakaan kerja 16 tahun silam secara lantang mengatakan pada dunia bahwaketerbatasan bukan sesuatu yang harus disesali. Menurut dia, bidang olahraga semisal bulutangkis pun bisa menjadi ajang mendulang prestasi.       

"Tidak ada yang sempurna, jangan sesali keterbatasan. Ketika awalnya seorang yang normal, kemudian menjadi seorang disabilitas, wah cukup luar biasa tingkat kesulitannya. Karena keterbatasan. Namun saya yakin dengan latihan, kepercayaan diri, semangat.  Ketidaksempurnaan bisa berkarya di bulutangkis," kata dia.

Apa yang dia katakan berhasil dibuktikannya pada 2012 silam. Bakri memperoleh medali perak di ajang Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) di kampung halamannya, Riau. Kini, dia berambisi meraih emas di ajang yang sama.


Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016