Jakarta (ANTARA News) - Wacana pengembangan kawasan Teluk Jakarta melalui reklamasi dinilai tidak bermasalah karena aneka kekhawatiran dapat diselesaikan melalui rekayasa teknis untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan.

"Itu (reklasamasi, red) tidak masalah karena secara teknis bisa diusahakan rekayasanya," kata Guru Besar Teknik Sipil Universitas Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, Prof Herman Wahyudi, saat dihubungi di Jakarta, Kamis.

Akhir bulan ini, Bappenas disebut-sebut akan merilis hasil kajian terkait pengembangan kawasan Teluk Jakarta melalui sinergi proyek Pengembangan Terpadu Pesisir Ibukota Negara/National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) atau tanggul laut raksasa (giant sea wall) dengan reklamasi 17 pulau yang dikelola sembilan pengembang.

Menurut pakar geoteknik ini, secara teknis pengembangan kawasan di Teluk Jakarta melalui reklamasi tidak masalah karena seluruh persoalan yang dikhawatirkan dapat diselesaikan melalui rekayasa teknis untuk menghindari dampak yang tidak diinginkan.

"Contohnya, untuk menanggulangi agar pasir reklamasi tidak tergerus bisa dipasang tanggul dari karung pasir (sand bag)," katanya.

Dikatakan, "sand bag" itu berguna untuk melindungi material timbunan di bawah muka air laut dari terjangan gelombang sekaligus mengurangi pencemaran laut.

"Adapun untuk menahan butiran halus yang mengambang di permukaan air laut agar tidak menyebar dapat digunakan barikade pasir (silt baricade)," katanya.

Ditegaskannya, teknik seperti itu sudah lazim digunakan saat penanganan tumpahan minyak di laut.

Bahkan, Herman menambahkan, pengembangan kawasan di Teluk Jakarta yang berbentuk pulau-pulau yang terpisah dengan daratan juga sudah tepat karena hal itu dapat menghindarkan laut dari proses sedimentasi.

"Masih banyak contoh-contoh rekayasa teknik yang dapat dilakukan. Intinya secara geoteknik, reklamasi tidak masalah," kata Herman.

Apalagi, katanya, rekayasa teknis sangat memungkinkan seiring berbagai kemajuan teknologi yang ada saat ini.

Sebelumnya, Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) era Susilo Bambang Yudhoyono, Prof Emil Salim, juga menilai reklamasi bukanlah kebijakan yang keliru.

Bahkan, proyek itu dinilai akan membawa banyak manfaat sepanjang berorientasi kepada kepentingan publik.

Pengembangan kawasan melalui reklamasi di Teluk Jakarta juga menjadi salah satu solusi atas kenaikan harga lahan yang terus terjadi setiap tahun.

Data Cushman & Wakefield Indonesia, salah satu lembaga riset properti global, beberapa bulan lalu mencatat harga tanah di Jabodetabek naik rata-rata 13 persen per tahun dalam dua tahun terakhir.

Belum lagi, Indonesia harus bersiap menghadapi persoalan yang timbul akibat stagnasi pelabuhan dan bandara di Singapura pada 2045 mendatang.

Untuk itulah, pengembangan kawasan baru di Jakarta sebagai wilayah strategis nasional menjadi keniscayaan.

Di antara 17 pulau reklamasi, beberapa di antaranya sudah beroperasi sebagai infrastruktur strategis dan pusat aktivitas publik. Contohnya adalah Pulau K yang dikelola PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II.

Kini, pulau tersebut telah menjelma sebagai New Priok Container Terminal (NPCT) I. Pelabuhan seluas 32 hektare ini memiliki kapasitas hingga 1,5 juta TEUs per tahun.

Pelabuhan ini diharapkan mampu mendongkrak daya saing perdagangan Indonesia yang masih rendah akibat tingginya biaya logistik.

Saat ini, biaya logistik nasional masih berada di kisaran 25 persen dari Produk Domestik Bruto, salah satu yang tertinggi di dunia.

Pewarta: Edy Sujatmiko
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016