Yogyakarta (ANTARA News) - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil memenangi kompetisi International Invention Innovation Competition Canada (ICAN) 2016, yang berlangsung di Toronto, Kanada.

"Sebenarnya sudah ada alat deteksi merkuri pada makanan maupun obat yakni Sepktrofotometer serapan atom (AAS), tetapi memiliki dimensi besar sehingga tidak bisa digunakan untuk pengujian di lapangan," kata salah seorang mahasiswa Fakultas Teknik UGM yang menjadi peserta, Andy Aulia, saat ditemui di Fakultas Teknik UGM, Rabu.

Ia mengatakan, alat yang dinamai dengan Mercury Auto Detection System (MADS) ini berhasil mendapatkan medali emas setelah menyisihkan lebih dari 150 tim lain dari 30 negara di dunia.

Menurut dia, MADS dibuat karena keprihatinan mereka terhadap maraknya penjualan berbagai produk makanan, obat, serta kosmetik bermerkuri yang membahayakan kesehatan.

Selain itu, kata dia, alat yang sudah ada harganya mencapai sekitar 15.000 dolar AS atau setara dengan Rp200 juta.

"Melihat kondisi itu, maka kami mencoba mengembangkan alat deteksi merkuri yang bersifat portabel dengan dimensi yang lebih kecil dari alat yang sudah ada. Dengan begitu, dapat digunakan dalam proses pengujian bahan makanan saat sidak dengan hasil yang bisa langsung diketahui saat itu juga," katanya menerangkan.

Tidak hanya itu, tambah dia, alat ini juga diproduksi dengan harga yang jauh lebih murah dibandingkan alat di pasaran yaitu berkisar Rp1 juta.

Ia mengatakan, bahwa prinsip kerja alat ini hampir sama dengan spektofotometer, yaitu berupa larutan yang dijadikan objek pengujian ditembakkan oleh sinar monokromatik yang akan diserap oleh detektor warna.

Selanjutnya, warna yang diperoleh akan dideteksi dengan kriteria zat-zat yang ada.

"Nantinya MADS tidak hanya bisa mendeteksi merkuri, tetapi juga bisa mendeteksi zat lain," katanya.

Pewarta: RH Napitupulu
Editor: Fitri Supratiwi
Copyright © ANTARA 2016