Selamat tinggal, kapten abadi
Jakarta (ANTARA News) - Carlos Alberto, kapten Timnas Brasil saat menjuarai Piala Dunia 1970 dan dianggap sebagai salah satu pesepakbola terbesar sepanjang masa, meninggal dunia dalam usia 72.

Bek kanan yang menjadi bintang bersama Pele, Tostao, Jairzinho dan Rivelino dalam tim legendaris Brasil itu mengalahkan Italia 4-1 pada final Piala Dunia 1970.

Dia mencetak salah satu gol terbaik pada Piala Dunia dalam final Piala Dunia Mexico City, setelah berlari untuk menyambut umpan Pele dan mengeksekusi bola dengan tendangan menggeledek dengan kaki kanannya.

"Saya sungguh sedih atas kematian sahabat dan saudaraku @capita70. Tuhanku, lindungilah 'Capitao' (kapten) kami. Rest In Peace," kata Pele dalam sebuah posting emosional di  Twitter yang diatributi foto hitam putih Carlos Alberto.

Carlos Alberto meninggal dunia akibat serangan jantung di Rio de Janeiro, kata Sportv di mana dia bekerja sebagai pengamat sepak bola. Duka cita segera tumpah dari seluruh dunia.

"Seorang teladan kepemimpinan baik di luar maupun di dalam lapangan, sahabat sejati yang selalu memperlakukan saya dengan penuh kasih sayan," kata bekas bintang Barcelona, AC Milan dan Paris Saint-Germain Ronaldinho yang mengantarkan Brasil menjadi juara Piala Dunia 2002. "Rest in peace (beristirahatlah dengan damai) wahai kapten abadi."

Para bintang dari segala masa, seperti kapten dan pelatih Timnas Jerman yang mengantarkan negaranya menjadi juara dunia, Franz Beckenbauer, sampai klub-klub di seluruh dunia mulai Manchester City dan Arsenal di Liga Utama Inggris hingga klub-klub top Brasil bergantian mengungkapkan kesedihan mendalam mereka.

Beckenbauer mengaku sangat terkejut oleh berita kematian orang yang digambarkannya sebagai saudara, dan salah satu sahabat terbaiknya.

Lahir di Rio pada 1944,  "Capitao", julukannya di Brasil, bermain bersama Pele di Santos dari 1966 sampai 1974 dan di New York Cosmos dari 1977 sampai 1980 setelah memulai karirnya di Fluminense.

"Santos berduka atas kematian sang idola Carlos Alberto Torres," tulis klub Brasil itu dalam pengumuman untuk tiga hari berkabung.

Sedangkan Cosmos mencuit, "Kami sungguh sedih atas kehilangan Carlos Alberto, pemain legendaris dan orang yang hebat."

"Selamat tinggal, kapten abadi," kata Federasi Sepak Bola Brasil (CBF) yang melukiskan kematian itu sebagai kesedihan besar.

CBF juga menyatakan berkabung dan menurunkan bendera setengah tiang di markas besarnya di Barra da Tijuca di Rio.

Gol indah

Carlos Alberto sudah 50 kali memperkuat timnas Brasil, termasuk ketika harus menerima kenyataan Brasil tak bisa mempertahankan gelar juara dunia pada Piala Dunia 1974 karena dia harus menepi di luar lapangan akibat cedera. Dia dimasukkan FIFA pada daftar 100 pemain sepak bola terbesar sepanjang masa pada 2004.

"Dia saudara saya. Lebih dari sekadar teman," kata Clodoaldo, gelandang Brasil pada Piala Dunia 1970 yang juga pernah bermain untuk Santos.

"Kami bercengkerama satu sama lain sepanjang waktu. Saat saya mendengar kabar ini, saya tak berdaya," sambung dia.

Rekan satu tim lainnya dari Brasil pada Piala Dunia 1970, Gerson, mengatakan adalah para pemain yang memilih Carlos Alberto sebagai kapten mereka.

"Dia begitu penting bagi kami, baik di dalam maupun di luar lapangan. Tidak akan ada lagi pemimpin seperti dia," kata Gerson.

Carlos Alberto pensiun dari sepak bola pada 1982 dan memulai karir kepelatihan bersama raksasa Rio, Flamengo, untuk menjuarai Liga Brasil sebelum bekerja di AS, Kolombia, Meksiko, Oman dan Azerbaijan.

Setelah tidak lagi menjadi pelatih, Carlos Alberto menjadi pengamat sepak bola untuk televisi Sportv.

Dia berulang kali ditanyai soal golnya pada final Piala Dunia yang merupakan puncak dari gerakan sembilan umpan hebat, yang menghadiahinya trofi spesial dari FIFA pada 2006.

"Saya mengingat apa pun tentang gol itu. Kami sudah tahu sebelum pertandingan bahwa gol itu akan tercipta karena kami tahu sekali bagaimana Italia bermain. Mereka bermain orang per orang di garis tengah. Mereka membuntuti para penyerang kami," kata dia pada 2006.

"Kami baru menyadari betapa cantiknya gol itu setelah pertandingan usai."

"Perasaannya, tentu saja, ketika saya mencetak gol itu adalah luar biasa, tetapi setelah pertandingan itu, dan sampai sekarang, saya mengakui betapa cantik dan betapa penting gol itu karena semua orang masih membicarakannya," kata dia pada 2006 seperti dikutip AFP.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016