Yogyakarta (ANTARA News) - Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengatakan angka balita mengalami "stunting" atau kekerdilan karena kurang gizi telah turun dalam kurun dua tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Nila Moeloek saat di Yogyakarta, Rabu, mengatakan Kemenkes memberi kontribusi dalam upaya penurunan angka stunting.

Menurut dia, angka balita Indonesia yang mengalami stunting turun dari 37,2 persen pada tahun 2013 menjadi 29,6 persen pada 2015.

Nila mengatakan Kemenkes melakukan intervensi untuk menurunkan balita stunting salah satunya dengan pemberian makanan tambahan (PMT) sebanyak 7.376 ton bagi 738.883 balita.

PMT, kata dia, juga diberikan kepada kelompok lainnya guna mencegah terjadinya malnutrisi. PMT kepada mereka yang membutuhkan di antaranya 6.122 ton bagi 696.715 ibu hamil kekurangan energi kronis (KEK) dan 856,2 ton PMT bagi 158.550 anak sekolah.

Nila mengatakan stunting merupakan tantangan bagi setiap negara seiring dengan kenaikan jumlah penduduk.

Pengurangan angka stunting, kata dia, merupakan bagian dari upaya mewujudkan Indonesia yang sehat dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

Stunting, kata dia, harus diperangi karena mengancam generasi Indonesia. Terlebih pada 2035 Indonesia akan mendapatkan bonus demografi. Artinya, jika generasi saat ini tidak diselamatkan maka Indonesia tidak dapat memaksimalkan manfaat bonus demografi.

Dia mengatakan populasi usia produktif pada tahun tersebut tidak lain adalah anak-anak saat ini yang harus dipelihara kesehatannya.

Kemenkes bersama pihak lintas sektor, kata dia, harus bekerja sama dalam menanamkan paradigma sehat dalam diri sejak dini, terutama bagi generasi saat ini.

Dengan mempersiapkan sejak dini, kata dia, diharapkan pada saat puncak bonus demografi, Indonesia dapat melaju kencang menuju kemakmuran bangsa.

Artinya, kata Nila, Indonesia bukan malah menjadi negara yang tingkat ketergantungannya tinggi karena penyakit kronis yang menimpa sebagian besar penduduk yang seharusnya produktif, sehingga menurunkan daya saing di tingkat regional dan global.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016