Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Lukman Edy mengingatkan ada enam provinsi yang rawan konflik pada penyelenggaraan pilkada serentak tahun 2017 sehingga perlu diantisipasi.

"Penyelenggara pilkada, pasangan calon, aparat keamanan, maupun masyarakat agar dapat mengantisipasi potensi konflik," kata Lukman Edy pada diskusi Dialektika Demokrasi: Pilkada Damai, Siap Menang Siap Kalah di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Kamis.

Menurut Lukman, faktor pemicu konflik yang utama adalah fanatisme masyarakat pendukung salah satu pasangan calon kepala daerah.

Selain itu, kata dia, penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu juga dituntut dapat menyelenggarakan pilkada serentak secara independen dengan jujur, adil, dan demokratis.

"Penyelenggara pilkada harus dapat memastikan tidak ada politik uang, serta netralitas PNS, TNI, dan Polri," katanya.

Dia menambahkan, penyelenggara pilkada juga harus dapat mendorong masyarakat untuk berpartisipasi memberikan hak suara serta mematuhi aturan pilkada.

Lukman mencontohkan, pada pilkada serentak di Provinsi Aceh, ada 85 orang calon kepala daerah, baik tingkat provinsi maupun kabupaten kota, adalah mantan GAM.

"Mereka ini memiliki pendukung yang besar dan fanatik. Jika tidak diantisipasi oleh aparat keamanan, maka rawan konflik," katanya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini mengingatkan, pilkada serentak di Papua dan di DKI Jakarta, yang sudah telanjur memunculkan isu SARA, jika tidak diantisipasi dengan baik, dapat berpotensi konflik.

Khusus di DKI Jakarta, kata Lukman, ada potensi yang terpendam yakni tokoh-tokoh nasional, termasuk mantan Presiden berada di balik pasangan calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta.

Mereka adalah, mantan Presiden Megawati Soekarnoputri, mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono, serta mantan calon wakil Presiden Prabowo Subianto.

"Presiden Joko Widodo juga harus menegaskan bahwa dirinya netral. Presiden Jokowi harus membuat klarifikasi bahwa dirinya netral," katanya.

(R024/I007)

Pewarta: Riza Harahap
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016