Jakarta (ANTARA News) - Anggota Komisi IV DPR I Made Urip mengharapkan pungutan liar di sektor kelautan dan perikanan juga dapat diberantas seperti adanya laporan mengenai pungli yang menimpa nelayan di sejumlah lokasi kawasan perairan.

I Made Urip dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis, mengemukakan, pungli di laut seperti izin kapal, izin layar, dan illegal fishing perlu diberantas hingga tuntas.

Politisi PDIP itu sebelumnya memimpin tim kunjungan kerja Komisi IV DPR ke Pelabuhan Perikanan Untia, Makassar, Selasa (25/10), dan menemukan bahwa pungli di sektor kelautan sangat merugikan masyarakat khususnya nelayan.

Komisi IV DPR juga menyatakan keprihatinannya mengenai adanya nelayan yang dipenjara hanya karena lalai tidak bisa menunjukkan surat operasi.

Perwakilan Nelayan Sulawesi Selatan HM Arsyad saat berdialog dengan Tim Komisi IV menyayangkan diterapkannya hukuman pidana penjara kepada nelayan yang lalai memperlihatkan Surat Layak Operasi (SPO) dan izin layar.

"Ini sangat memprihatinkan ada nelayan yang kadang berpendidikan rendah baik ABK atau nakodanya tidak mengetahui surat ijinnya sudah kedaluarsa, lalu diproses di pengadilan dan ada yang terhukum sampai 3 bulan," kata Arsyad.

Dia membandingkannya dengan aturan di darat bahwa bila orang tidak membawa SIM atau STNK hanya ditilang, tetapi nelayan yang tidak membawa izin surat layak operasi bisa sampai dipenjarakan sehingga seperti ada diskriminatif terhadap nelayan.

Dia juga mengeluhkan dalam hal gerai atau pengukuran kapal yang disinyalir mengurus izinnya dibebani biaya yang tinggi.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPR Syachrani Mataja menyatakan, memang ada pihak yang menterjemahkan aturan itu dengan tidak pas. "DPR bisa membahas dengan KKP jangan sampai dipenjara hanya denda saja," kata politisi dari partai Gerindra itu.

Sedangkan Anggota Komisi IV Fadholi dari partai Nasdem meminta data siapa yang memungut pungli, baik nama maupun instansinya.

Hal itu, ujar Fadholi, karena DPR bakal mengawalnya dan akan menindaklanjuti laporan tersebut secara tegas.


Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016