Djakarta, 28 Oktober 1952 (Antara) - Walikota Djakarta Raya Sjamsjuridjal dalam pertjakapan dengan “Antara” menerangkan, bahwa Djakarta Raya kini sudah siap sedia untuk menghadapi pemilihan umum jang akan datang. Dinjatakan bahwa persiapan2 kearah itu, jang sebenarnja sudah sedjak kabinet Sukiman dahulu mulai dikerjdakan, kini digiatkan lagi.

Seperti diketahui, pada waktu kabinet Sukiman dahulu, untuk daerah Djakarta Raya tadinja direntjanakan akan dilakukan pemilihan umum dengan mempergunakan suatu peraturan dari Menteri Dalam Negeri, tetapi karena pada saat2 terachir dari persiapan jang diadakan, timbul pernjataan tidak setudju dari partai2 politik, maka pemilihan umum untuk Djakarta Raya pada itu ditunda sampai ada putusan pemerintah dan parlemen tentang suatu undang2 pemilihan umum untuk seluruh daerah Indonesia.

Oleh Walikota Sjamsjuridjal lebih jauh diterangkan, bahwa untuk keperluan pemilihan umum didaerah Djakarta Raya, kini telah ditjetak 3.000.000 lembar formulir dengan biaja Rp. 600.000.-, jang pada saat ini sebahagiannja telah mulai disebarkan dikelurahan2, kewedanan dan ketjamatan2 guna dipakai untuk keperluan pendataan penduduk.

Untuk seluruh daerah Djakarta Raya, menurut taksiran, segera akan didirikan kantor pemungutan suara, jaitu dikelurahan2, ketjamatan2 dsb-nja, sedangkan dipusat kota Djakarta akan diadakan satu kantor pemilihan pusat, jang tempatnja kini sedang dipertimbangkan antara gedung pertemuan umum atau suatu tempat lainnja. Biaja pemilihan umum untuk Djakarta Raya, direntjanakan sebesar 2 1/2 djuta rupiah.

Menurut taksiran Walikota, dari djumlah kira2 hampir 2.000.000 penduduk Indonesia dan warga-negara di Djakarta Raya jang berhak turut serta dalam pemilihan umum itu, kira2 hanja 50% diantaranja jang akan aktip turut serta dalam pemilihan tsb.

Kesukaran2 jang masih dihadapi dalam hubungan dengan pemilihan umum jang akan datang itu, oleh walikota antaranja disebut soal kekurangan tenaga ajang akan dipekerdjakan pada kantor pemilihan pusat dan kantor2 pemungutan suara diseluruh daerah kotapradja Djakarta Raya.

Sumber: Pusat Data dan Riset ANTARA //pdra.antaranews.com/Twitter: @perpusANTARA

Antara Doeloe: Peringatan triwindu “Indonesia Raya”

Djakarta, 29 Oktober 1952 (Antara). Genap “tri-windu” (3x8 tahun) lagu “Indonesia Raya” dirajakan semalam dalam suatu upatjara di Istana Negara, jang selain oleh Presiden dan Wk. Presiden, dihadiri oleh segenap anggota kabinet dan beberapa anggota parlemen serta undangan2 lainnja. Pembesar2 Angkatan Perang tidak terlihat seperti biasanja.

Berturut2 diperdengarkan lagu “Indonesia Raya”, jg sekarang sudah lazim diperdengarkan oleh orkes2 symphonie dan orkes harmonie. “Indonesia Raya” pada waktu menaikkan bendera nasional Indonesia dan disusul dengan njanjian segenap kuplet “Indonesia Raya” dengan iringan musik.

Presiden Sukarno dalam pidatonja menekankan arti “Indonesia Raya” sebagai simbol persatuan jang djustru sekaarng ini sangat kita punjai, pada waktu kita baru sadja mengalami kedjadian2 jang menggojangkan djiwa kita. Presiden tidak terangkan apa kedjadian2 jang dinamakan menggojangkan djiwa itu, tetapi diduga jang dimaksudkan ialah kedjadian sedjak tg 17/10 jl.

Presiden katakan, bahwa manusia hidup bukan sadja memerlukan makanan djasmani, tetapi djuga makanan rohani, makanan djiwa, tjita2. Oleh karena itulah turun keigamaan, tjita2 dsbnja. Lebih2 bangsa memerlukan simbolisme, berupa bendera, lagu-kebangsaan dsbnja.

Ia mengutajpkan sjukur kepada Allah s.w., bahwa sesudah 11 hari terdjadinja hal2 jang “menggontjangkan djiwa” itu tibalah “tri-windu” “Indonesia Raya” jang memperingatkan kita akan kesatuan.

Dalam hubungan dengan ini ia tegaskan, bahwa kita menghadapi persoalan2 besar dan persoalan2 ketjil, dan peringatkan supaja persoalan2 ketjil djangan dibesar-besarkan, karena ini dapat menjebabkan kita lupa akan persoalan2 jg besar2. Sebagai persoalan2 besar Presiden sebut persoalan mengenai Irian Barat, keamanan, bahaja internasional dsbnja. Ia peringatkan, supaja kita dapat menaroh segala persoalan pada proporties jang sewadjarnja.

Berpidato pula semalam Menteri PPK Dr. Bahder Djohan, jang mengkisahkan riwajat dan gelombang perdjuangan Indonesia sampai tingkatan kesatuan Indonesia jg dilambangkan oleh “Indonesia Raya”. Upatjara ini dibuka oleh ketua panitia Mr. Hadi.

Wage Rudolf Supratman
Pentjipta lagu “Indonesia Raya” dan beberapa lagu terkenal lalinnja ini, jang pula pemain biola, pengarang, guru dan wartawan, dilahirkan di Djatinegara pada tg. 9 Maret 1903 dan meninggal dunia pada tg. 17 Agustus 1938.

Ia adalah anak dari Senen Sastrosuhardjo, dimasa hidpunja sersan instruktur, ketika di Djatinegara pada bataljon ke-18. Ajah Supratman adalah pula orang jang ahli dalam kesenian (Djawa).

Sebagai anak seorang militer Supratman  bukan sadja sedjak ketjilnja kekal bergaul dengan berbagai suki bangsa Indonesoa, tetappi djuga sering turut berpindah-pindah tempat tinggal diberbagai kota di Indonesia, jang diduga besar pula pengaruhnja pada perkembangan djiwanja, terutama pada perasaan ke-Indonesiaanja.

Dalam umur 19 tahun ia lulus dujian K.E. di Makassar. Menurut keterangan kakaknja, nj. Rukiem van Eldik, ketika masih anak2 Supratman sangat bersifat bebas (selfstandig), maka dianggap “nakal”, suka omong kosong dan ngalamun. Sedjak mudanja tampak padanja suka sekali kepada musik, terutama panda menggesek biola, jang ia peladjari sendiri.

Ketjuali “Indonesia Raya” lain2 lagu gubahannja ialah “Surya Wirawan”dan “Mars Perindra”. Buku jg ia karang “Perawan Desa” jg dilarang oleh pihak jang berwadjib ketika itu, karena dianggap “tjabul”. Di Makassar pernah ia mendjadi guru Sekolah Rakjat. Di Djakarta pernah berusaha mendirikan kantor berita “Alpena”, tetapi gagal. Sebagai wartawan ia lama bekerdja pada “Sin Po”. 

Supratman meninggal dunia tanpa dg meninggalkan ahli waris, saudara2-nja, karena ia tidak pernah beristeri. 

Sumber: Pusat Data dan Riset ANTARA //pdra.antaranews.com/Twitter: @perpusANTARA

Pewarta: Natisha Andarningtyas
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016