Jakarta (ANTARA News) - Komisi IV DPR mendesak pemerintah untuk memberantas pungutan liar (pungli) di sektor transportasi laut karena dinilai sangat merugikan masyarakat khususnya nelayan.

Hal itu dikemukakan Komisi IV DPR saat kunjungan kerja spesifik dengan berdialog pada para nelayan Pelabuhan Perikanan Untia serta mengunjungi Galangan Kapal PT Siagan Boats yang memproduksi kapal-kapal penangkap ikan di Makassar, Selasa.

"Apa yang dikeluhkan menjadi catatan, dan memang ada pihak yang menterjemahkan aturan tidak pas. DPR bisa membahas dengan KKP jangan sampai dipenjara hanya denda saja,” kata Ketua Tim Kunspek I Made Urip.

Salah satu perwakilan nelayan Sulawesi Selatan HM Arsyad menyampaikan keberatan atas penerapan hukuman pidana penjara kepada nelayan yang lalai memperlihatkan Surat Layak Operasi (SPO) dan izin layar.

“Ini sangat memprihatinkan ada nelayan yang kadang berpendidikan rendah baik ABK atau nakodanya tidak mengetahui surat izinnya sudah kedaluarsa, lalu diproses di pengadilan dan ada yang terhukum sampai tiga bulan,” kata Arsyad.

Untuk itu Arsyad meminta kepada para anggota DPR agar membantu mencabut penerapan hukuman pidana tersebut.

"Kalau aturan di darat orang tak bawa SIM atau STNK, hanya ditilang saja. Tetapi ini dipenjarakan, apa yang menjadi spesial terhadap nelayan kita,” keluh Arsyad.

Begitu pula dalam hal gerai atau pengukuran kapal, mengurus ijinnya dibebani biaya hingga puluhan sampai Rp12 juta. Bagi nelayan jumlah itu sangat memberatkan,  per 1 GT harus bayar ditambah ijin lain dan pungli.

Menanggapi itu, anggota tim Komisi IV DPR, Fadholi, meminta data para pelaku pungli, termasuk nama dan instansinya.  “Jangan khawatir DPR akan kawal akan ditindaklanjuti secara tegas,” kata Fadholi.

Pewarta: Ida Nurcahyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2016