Aden, Yaman (ANTARA News) - Sedikitnya 38 orang tewas dalam serangan udara pimpinan Arab Saudi terhadap bangunan-bangunan keamanan yang dikuasai pemberontak di bagian barat Yaman, termasuk penjara, kata seorang pejabat pada Minggu (30/10).

Pejabat provinsi mengatakan kepada kantor berita AFP bahwa 38 jenazah telah dipindahkan ke rumah sakit-rumah sakit di kota pelabuhan Hodeidah, yang telah dikuasai pemberontak Syiah Houti dan sekutu mereka sejak akhir 2014.
 
Pejabat itu, yang berbicara dengan syarat namanya tidak disebut, tidak memberikan angka rinci mengenai jumlah narapidana yang tewas dalam serangan Sabtu.

Sebagian besar dari 40 lebih narapidana di fasilitas tersebut adalah musuh pemberontak Houthi yang didukung Iran menurut seorang sumber militer yang dekat dengan para pemberontak.

Sebelumnya, sumber-sumber aparat medis dan militer mengatakan bahwa jumlah narapidana dan pemberontak yang tewas dalam serangan udara di Zaida, utara Hodeidah, lebih dari 30 orang.

Di tempat lain, Sabtu, juga terjadi serangan ke bangunan-bangunan tempat tinggal dan menewaskan 17 orang serta melukai tujuh orang di medan tempur kota Salo, tenggara kota ketiga Yaman, Taez, menurut media yang dikendalikan pemberontak.

Situs sabanews.net menyebut empat serangan telah sepenuhnya menghancurkan tiga bangunan tempat tinggal.

Koalisi pimpinan Arab Saudi belum menanggapi laporan itu, namun seorang pejabat lokal yang setia pada pemerintah Yaman yang diakui internasional mengatakan serangan udara keliru menghantam tiga rumah yang saling berdekatan.

"Semua yang ada di rumah-rumah itu tewas," katanya kepada kantor berita AFP, menambahkan seorang anak dan tujuh perempuan ada di antara mereka yang tewas.

Pasukan yang setia pada Presiden Abedrabbo Mansour Hadi terkunci peperangan mematikan dengan pemberontak Syiah Houthi yang didukung Iran yang telah menguasai ibu kota Sanaa sejak 2014.

Konflik meningkat Maret tahun lalu ketika Arab Saudi melancarkan operasi milier untuk memukul mundur para pemberontak.

Konflik tersebut menewaskan hampir 7.000 orang, sebagian besar warga sipil, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa yang kesulitan meyakinkan pihak-pihak yang berselisih melakukan genjatan senjata dan memulihkan proses politik yang buntu.(hs)


Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2016