Toyota City, Jepang (ANTARA News) - Insinyur Toyota Motor Corp (TMC) berhasil menemukan solusi atas teknologi baterai lithium-ion yang mudah menguap dan panas. Solusi itu membuat baterai mobil listrik aman digunakan, punya lebih banyak power serta tanpa biaya tambahan.

Saingan Toyota, antara lain Tesla Motors dan Nissan Motor Co sudah mengadopsi teknologi baterai lithium-ion selama hampir satu dekade. Adapun Toyota mengawasi dengan ketat penggunaan baterai itu karena adanya kecemasan dalam hal biaya, ukuran dan keselamatan.

Sebelumnya, baterai lithium-ion disalahkan atas insiden ponsel pintar Samsung yang terbakar di pesawat terbang.

Toyota tetap mendukung penggunaan lithium-ion karena merangsang perkembangan mobil listrik dan sebagai opsi para produsen mobil untuk menghasilkan mobil listrik. Di sisi lain, Toyota juga mengembangkan mobil penumpang dengan bakar hidrogen (hydrogen fuel-cell vehicles/FCV) .

Toyota menyebut Prius Prime, mobil listrik bermesin hibrida yang diluncurkan 2017, akan menggunakan baterai lithium-ion dengan energi yang cukup untuk membuat mobil berjalan sejauh 60 km saat baterai terisi penuh.

Aman


Baterai mobil lithium-ion menggunakan kombinasi kimia nikel, kobalt dan manganese yang menyimpan lebih banyak energi, mengisi dengan waktu singkat dan dianggap lebih aman daripada teknologi Li-ion lainnya.

Namun lithium-ion bisa menjadi panas dan terbakar jika dirancang, diproduksi dan dikendalikan secara tidak benar.

"Ini adalah perintah yang panjang untuk mengembangkan baterai mobil lithium-ion yang andal dan aman selama 10 tahun, atau lebih dari ratusan ribu kilometer," kata Koji Toyoshima, chief engineer Toyota Prius dilansir dari Reuters, Senin.

"Kami telah menguatkan dua hingga tiga lapisan baterai kami guna memastikan keamanan... Ini soal keselamatan, keselamatan dan keselamatan," kata dia.

Pada Prius konvensional, Toyota menggunakan baterai nikel-metal hidrida untuk pasokan power pada motor penggerak.

Prius konvensional dianggap sebagai nenek moyang mobil 'teknologi hijau', kendati menggunakan beberapa baterai lithium-ion dari plug-in pertama hybrid Prius 2009 atau saat seluruh mobil listrik menggunakan dukungan baterai lithium-ion, seperti Tesla Roadster dan Nissan Leaf, yang diproduksei massal.

Toyota yakin karena keamanan dan stabilitas baterai berasal dari teknologi kontrol yang memonitor suhu dan kondisi dari 95 sel di baterai baru.

"Sistem kontrol kami dapat mengidentifikasi tanda-tanda potensi arus pendek di sel-sel individual, dan akan mencegah penyebaran atau menutup seluruh baterai," kata Hiroaki Takeuchi, insinyur senior Toyota yang terlibat dalam pengembangan itu.

Bekerja sama dengan pemasok baterai Panasonic Corp - yang juga memproduksi baterai Li-ion untuk Tesla - Toyota telah meningkatkan ketepatan dalam perakitan sel baterai dan memastikan bahan kimia bebas dari kotoran.

Adanya partikel logam mikroskopis atau kotoran lainnya bisa memicu arus pendek, menghasilkan panas dan potensi ledakan.

Penerjemah:
Copyright © ANTARA 2016