Sydney, Australia  (ANTARA News) - Sebuah laporan terkait pesawat Malaysia Airlines nomor penerbangan MH370 oleh penyelidik keamanan Australia yang memimpin usaha pencarian mendukung pandangan bahwa pesawat itu turun dengan cepat setelah kehabisan bahan bakar tanpa adanya campur tangan manusia.

Penerbangan nomor MH370 itu hilang pada Maret 2014 saat mengarah ke Beijing dari Kuala Lumpur dengan mengangkut 239 orang penumpang dan kru pesawat yang menjadi salah satu misteri penerbangan terbesar di dunia.

Laporan dari Biro Keselamatan Transportasi Australia (ATSB) yang dikeluarkan pada Rabu mengatakan bahwa analisa puing bagian sayap menunjukkan bahwa pesawat itu tidak diatur untuk melakukan pendaratan.

Laporan itu juga mengatakan bahwa komunikasi satelit dari pesawat itu konsisten dengan asumsi yang menyebutkan pesawat itu "turun semakin cepat" saat pesawat itu hilang, yang biasa disebut dengan terjun kematian.

Laporan sebanyak 28 halaman itu berisi sejumlah simulasi akhir penerbangan dan penyimpangan yang baru, yang mengindikasikan para pakar meyakini wilayah pencarian yang tercakup saat ini diperkirakan menjadi lokasi kejadian. Bersamaan dengan dimulainya sebuah pertemuan tiga hari oleh para pakar untuk mengembangkan sejumlah rencana untuk melanjutkan pencarian.

Kepala pencarian ATSB, Peter Foley mengatakan kepada media pada Rabu bahwa analisis terhadap bagian sayap itu telah "menambahkan kepastian" terkait apa yang terjadi.

"Itu kemungkinan berada dalam sebuah posisi yang tidak diperpanjang yang berarti pesawat itu tidak diatur untuk melakukan pendaratan," ujar Foley, mengacu kepada praktik memperpanjang bagian sayap untuk membuat pesawat dapat mendarat dengan selamat.

"Anda dapat menarik kesimpulan sendiri apakah itu berarti terdapat seseorang yang memegang kendali atau tidak," katanya seperti dikutip Reuters.

Pertanyaan terkait apakah ada campur tangan manusia saat pesawat jatuh itu menjadi penting karena jika pesawat itu turun perlahan, puing-puingnya dapat berada di luar wilayah pencarian seluas 120.000 kilometer persegi, yang hampir diperiksa seluruhnya.

Pihak berwenang beranggapan bahwa pesawat itu tidak "menerima perintah" pada saat-saat akhirnya, itu berarti tidak ada pilot atau tidak ada pilot yang sadar.

Mereka meyakini bahwa pesawat itu sedang dalam pengaturan pilot otomatis dan turun berputar saat kehabisan bahan bakar.

Namun kelompok teknik yang memimpin pencarian itu, Fugro, sebelumnya telah mengangkat prospek terkait seseorang yang menurunkan pesawat itu secara perlahan untuk menjelaskan mengapa hingga saat ini pesawat itu belum ditemukan.

Jason middleton, kepala aviasi dari Universitas New South Wales, mengatakan bahwa analisa bagian sayap itu hanya memberikan hal terbatas.

"Itu berarti pilot tidak waspada, sadar atau merencanakan sebuah pendaratan yang aman, hanya itu artinya," Middleton mengatakan kepada wartawan Reuters.

Dia mengatakan bahwa simulasi penyimpangan yang baru hanya menunjukkan pesawat itu "berada di bagian tertentu di laut itu" yang sedang dicari dan tidak memberikan sebuah wilayah pencarian yang baru di Samudera Hindia.

Dalam sebuah perkembangan terpisah, seorang pengacara dari keluarga empat orang korban asal Australia mengatakan kepada wartawan Reuters bahwa Malaysia Airlines telah sepakat untuk mengeluarkan informasi terkait pesawat yang hilang sebagai bagian dari kompensasi yang diberikan.

John Dawson, dari firma hukum Carneys Lawyers, mengatakan bahwa dia telah mendapatkan kabar akan menerima informasi itu pada akhir bulan. Informasi itu akan mencantumkan sertifikat kesehatan terbaru yang dimiliki oleh kru pesawat.

(T.KR-MBR/C/KR-MBR/A/G003) 

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016