Yogyakarta (ANTARA News) - Toko Tani Indonesia yang dibentuk oleh Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Daerah Istimewa Yogyakarta pada Oktober 2016 telah menyerap 90 ton beras dari para petani untuk memutus mata rantai distribusi beras di daerah itu.

"Beras sebanyak 90 ton itu telah tersalurkan semua ke konsumen. Mata rantai distribusi beras melalui Toko Tani Indonesia (TTI) lebih singkat, karena beras yang dibeli gabungan kelompok tani (gapoktan) langsung dijual ke TTI," kata Kepala Subbidang Distribusi Pangan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan (BKPP) DIY Sumaryatin di Yogyakarta, Rabu.

Cuaca ekstrem memasuki musim hujan, menurut dia, belum signifikan mempengaruhi tingkat serapan beras dari petani. Hingga saat ini 39 TTI yang ada di DIY rata-rata mampu menyerap 70-100 kilogram (kg) per hari.

"Sampai sekarang belum ada laporan gagal panen yang akhirnya menghambat serapan beras," kata dia.

Menurut dia, para petani melalui 10 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) di DIY akan diberikan dana senilai total Rp140 juta. 60 persen dana yang disediakan untuk Gapoktan adalah dana penguatan modal, dan 40 persen sisanya merupakan dana subsidi utuk operasional.

Dengan subsidi yang diberikan dalam program Pengembangan Usaha Pangan Masyarakat (PUPM) , menurut Sumaryatin, petani anggota Gapoktan menjual ke TTI dengan harga yang sesuai sehingga TTI dapat menjualnya ke konsumen dengan harga Rp7.500 per kg-Rp7.900 per kg atau di bawah harga pasaran yang masih mencapai Rp9.500 per kg.

Dengan cara itu, BKPP DIY mengklaim telah mampu membantu menjaga kestabilan harga beras di DIY.

"Kami lihat program PUPM yang baru dimulai pada tahun ini terbukti berhasil menjaga kestabilan harga beras. Sampai sekarang tidak ada kenaikan harga beras di pasaran," kata dia.

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016