mahasiswa Indonesia ini jauh lebih rajin ketimbang mahasiswa dari negara lain
Seoul (ANTARA News) - Musim gugur di Seoul, daun-daun mulai berubah warna menjadi jingga atau kuning keemasan. Udara dingin mulai terasa menusuk tulang. Orang-orang berjalan tergesa-gesa menyeberangi jalan, mungkin mereka menghindari udara dingin.

Beberapa dari mereka adalah mahasiswa asal Indonesia yang melanjutkan studi di Korea.

Di antara ratusan mahasiswa Indonesia yang kuliah di Korea, tahun ini ada empat orang yang mendapatkan beasiswa dari pabrik baja asal Korea Pohang Iron and Steel company (POSCO).

Diah Anggraini, mahisiswi lulusan Universitas Indonesia (UI), melanjutkan studi di Universitas Sogang jurusan Perdagangan Internasional.

"Saat ini saya sudah semester tiga. Enaknya kuliah di Korea adalah suasananya yang sangat mendukung untuk belajar, semua orang memenuhi perpustakaan kalau mau ujian. Kita bisa menghabiskan waktu tiga sampai empat jam di perpustakaan," kata Diah di Seoul, Kamis malam.

Penerima beasiswa POSCO lainnya adalah Arifenie Fitri Nur. Perempuan yang akrab disapa Feni ini dulunya wartawan, namun setelah puas delapan tahun menjelajahi dunia jurnalistik dan menjadi editor, Feni memutuskan untuk meneruskan gelar master Kebijakan Publik pada KDI School of Public Policy, Korea.

"Saya sudah sembilan bulan di sini. Awal datang ke Korea sempat drop karena suhu minus 19 derajat. tapi sekarang sudah enak," kata Feni.

Feni memilih Korea sebagai tujuan studi karena Korea dianggapnya memiliki universitas terbagus nomor dua di Asia untuk jurusan yang diambilnya.

"Profesor saya kebanyakan adalah praktisi. Jadi mereka dulunya adalah menteri, penasihat presiden, jadi saya bisa belajar langsung cara bagaimana membuat policy memo atau policy reccomendation dan lain-lain," kata Feni.

Anggita Hayu Novianti, juga mahasiswa penerima beasiswa, dalam kesempatan sama mengaku selalu penasaran bagaimana Korea bisa membangun ekonominya dalam waktu yang sangat singkat.

PNS pada Kementerian Perdagangan ingin mengaplikasikan ilmu yang didapatnya di Korea dalam pekerjaannya kelak.

"Saya mengambil master Development Policy di KDI School of Public Policy and Management, saya ingin tahu dari sisi ekonomi, bagaimana ekonomi Korea bisa bangkit dengan cepat seperti sekarang, bagaimana mereka bisa bertahan melalui krisis 1997," kata Anggita yang mengaku sangat menyukai budaya Korea itu.

Kisah lain penerima mahasiswa POSCO meluncur dari mulut Ayu Budianingtyas yang menimba ilmu Public Administration pada Seoul National University (SNU).

Ayu memboyong puterinya yang berusia delapan tahun dan ibunya ke Seoul demi menyelesaikan gelar masternya. "Suami saya juga PNS, jadi dia tak bisa ikut," kata PNS pada Kementerian Sekretariat Negara ini.

Selama di perantauan, selain harus menyesuaikan diri dengan cuaca serta adat dan budaya, para mahasiswa penerima beasiswa POSCO itu kompak mengatakan mereka harus ekstra hemat.

"Biaya hidup di Korea mahal. Untuk sekali makan yang paling murah itu 50.000 Won. Itu kan sekitar Rp60.000-an, jadi saya kalau makan selalu ngitungin. Jadinya dirapel saja makannya biar hemat," kata Ayu seraya mengungkapkan biaya sewa apartemen di Korea sebenarnya tidak terlalu mahal, hanya 180.000 Won per bulan.

Beasiswa Asia POSCO


Manajer program beasiswa POSCO TJ Park, Kim June, menjelaskan pendiri POSCO Park Tae Joon sudah memikirkan pendidikan anak-anak para pekerja pabrik tiga tahun sebelum pabrik berdiri.

"Park Tae Joon sangat peduli pada pendidikan, utamanya pendidikan anak-anak karyawannya, makanya dia membuat POSCO TJ Park Foundation untuk memberi bantuan beasiswa bagi anak-anak karyawan pabrik pada 1971. Pada tahun 2005, beasiswa diperluas untuk diberikan pada seluruh mahasiswa Asia," kata Kim.

Hingga saat ini, baru 16 orang Indonesia yang mendapat beasiswa POSCO. Satu bulan, mahasiswa akan diberi bantuan dana sebesar 1 juta Won setiap bulan.

"Satu juta Won ya dicukup-cukupin, biasanya kami masak sendiri supaya tak boros," kata Feni.

Jika ingin terus mendapatkan beasiswa, para mahasiswa tetap harus mempertahankan IPK-nya di atas 3.0 setiap semester. Bukan perkara yang mudah.

Cara mendapat beasiswa

Cara mendapatkan beasiswa POSCO harus memenuhi beberapa syarat, antara lain harus berkewarganegaraan Asia dan harus sudah diterima di beberapa universitas penyedia program pascasarjana yang bekerja sama dengan POSCO.

Misalnya untuk jurusan International Studies ada SNU, Yonsei University, Korea University dan Sogang University. Untuk Korean Studies: Hankuk University of Foreign Studies, Ewha Womans University, dan The Academy of Korean Studies. Sedangkan untuk Public Policies, universitas yang ditunjuk POSCO adalah KDI School of Public and Management, dan SNU.  Jurusan teknik, POSTECH bekerja sama dengan POSTECH.

Ayu memberi tips kepada mahasiswa yang ingin melanjutkan studi di Korea, yakni lebih menyiapkan diri, terutama sedikit Bahasa Korea.

"Memang tak ada keharusan kita bisa Bahasa Korea, tapi kalau kita bisa sedikit-sedikit maka itu akan menjadi nilai tambah untuk kita saat diwawancara. Karena pihak universitas maupun pemberi beasiswa akan melihat kalau kita sungguh-sungguh ingin belajar di Korea. Ya, setidaknya bisa mengucapkan salam dan terimakasih," kata Ayu diiringi senyum.

Hingga saat ini POSCO sudah mendukung 328 mahasiswa dari 28 negara dengan dana 10 miliar dolar AS.

Kim June membocorkan rahasia bahwa mahasiswa Indonesia jauh lebih rajin dibanding mahasiswa dari negara lain.

"Saya tak mau sebut negara, tapi saya senang mahasiswa Indonesia ini jauh lebih rajin ketimbang mahasiswa dari negara lain," kata dia.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016