ndependent Commission Against Corruption (ICAC) Hongkong merekrut sendiri penyidiknya, terlepas dari kepolisian."
Jakarta (ANTARA News) - Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa ketentuan Pasal 45 ayat (1) Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) mengizinkanlembaga anti rasuah itu dapat merekrut penyidik secara mandiri..

"Menurut Mahkamah Pasal 45 ayat (1) UU KPK tidak dapat ditafsirkan bahwa KPK hanya dapat merekrut penyidik dari Kepolisian, namun KPK juga dapat merekrut sendiri penyidiknya," ujar Hakim Konstitusi Aswanto membacakan pertimbangan Mahkamah di Gedung MK, Jakarta, Rabu.

Selain itu, MK juga menegaskan bahwa penyelidik, penyidik, dan penuntut umum yang menjadi pegawai KPK harus diberhentikan sementara dari instansi Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dan Kejaksaan RI selama menjadi pegawai KPK.

"Menurut Mahkamah, ketentuan tersebut tidak seharusnya dimaknai bahwa penyelidik, penyidik, dan penuntut umum hanya boleh berasal dari kepolisian dan kejaksaan, namun harus diartikan bahwa KPK dapat merekrut sendiri sebagaimana ditentukan dalam Pasal 45 ayat (1) UU KPK," ujar hakim konstitusi itu.

MK juga menjelaskan bahwa praktik merekrut sendiri penyidik juga dilakukan oleh lembaga atau badan antikorupsi di negara lain, seperti Hongkong dan Singapura.

"Independent Commission Against Corruption (ICAC) Hongkong merekrut sendiri penyidiknya, terlepas dari kepolisian," ujarnya.

Kendati demikian, MK menilai bahwa dalam merekrut penyidik KPK tidak sepenuhnya bebas karena sistem rekrutmen penyidik yang dilakukannya harus memperhatikan Pasal 24 ayat (2) UU KPK, yang mensyaratkan seorang penyidik diangkat berdasarkan dengan keahliannya, selain mengacu UU Aparatur Sipil Negara (ASN).

"Selain itu, dengan berlakunya UU ASN, maka pelaksanaan rekrutmen harus mendasarkan pada ketentuan kepegawaian dalam UU ASN," pungkas Hakim Konstitusi Aswanto.

Uji materi terkait perekrutan penyidik oleh KPK diajukan oleh advokat senior OC Kaligis, yang menjadi terpidana kasus korupsi dengan hukuman 10 tahun penjara karena kasus suap hakim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.

Dalam gugatannya, OC Kaligis menilai bahwa Pasal 45 ayat (1) UU KPK secara harfiah mengandung muatan multitafsir.

Adapun ketentuan tersebut menyatakan bahwa penyidik adalah penyidik pada KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK.

OC Kaligis menilai ketentuan tersebut tidak jelas mengatur tentang siapa yang dimaksud dengan jabatan penyidik KPK.

Pasal bersangkutan (a quo) pun dinilai Kaligis menimbulkan pertanyaan tentang apakah KPK dapat mengangkat penyidik sendiri, yang sebelumnya belum memiliki status penyidik.

Permohonan uji materi ini kemudian ditolak seluruhnya oleh MK karena dinilai tidak beralasan menurut hukum.

Pewarta: Oleh Maria Rosari
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016