Washington/Hong Kong (ANTARA News) - Para wakil rakyat AS harus melarang BUMN-BUMN China mengakuisisi perusahaan-perusahaan AS, demikian kesimpulan sebuah panel Kongres yang membidangi pengawasan keamanan dan perdagangan AS-China, Rabu waktu setempat, seperti dilaporkan Reuters.

Dalam laporan tahunnya kepada Kongres, Komisi Pengkajian Kembali Ekonomi dan Keamanan AS-China menyatakan Partai Komunis China telah menggunakan perusahaan-perusahaan milik negara sebagai alat ekonomi utamanya untuk memajukan dan menggapai tujuan keamanan nasional China.

Laporan itu juga merekomendasikan Kongres untuk melarang akuisisi perusahaan-perusahaan AS oleh entitas-entitas itu dengan mengubah CFIUS, badan pemerintah AS yang menyelenggarakan pengkajian keamanan untuk akuisisi-akuisisi yang diajukan oleh perusahaan-perusahaan asing.

"Komisi merekemondasikan Kongres untuk mengamandemen statuta otorisasi Komite Investasi Asing di Amerika Serikat (CFIUS) untuk melarang perusahaan-perusahaan milik negara China mengakuisisi atau mengendalikan secara efektif perusahaan-perusahaan AS," tulis laporan panel itu.

CFIUS, yang dipimpin Departemen Keuangan AS dengan wakil-wakil dari delapan lembaga, termasuk Departemen Pertahanan, Departemen Luar Negeri dan Departemen Keamanan Dalam Negeri, kini memiliki kekuasaan veto terhadap akuisisi dari perusahaan-perusahaan swasta dan milik negara dari asing jika akusisi ini terbukti mengancam keamanan nasional atau infrastruktur vital AS.

Jika diterapkan maka rekomendasi panel ini akan secara esensial menghasilkan larangan terhadap pembelian perusahaan AS oleh BUMN-BUMN China.

China tentu saja berang atas rekomendasi ini. "Laporan ini kembali mengungkapkan stereotipe dan prasangka-prasangka dari komisi itu," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China Geng Shuang di Beijing.

"Kami mengimbau perusahaan-perusahaan China yang berinvestasi di luar negeri untuk mematuhi hukum dan aturan setempat, dan kami berharap negara-negara terakit bisa menciptakan lapangan bermain yang setara," kata dia seperti dikutip Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016