Gaza itu seperti penjara besar, orang bisa masuk ke sana, tapi belum tentu bisa keluar hidup-hidup."
Bogor (ANTARA News) - Mostafa Nahed Abuassi, seorang relawan kemanusiaan asal Gaza, Palestina,  hadir di Kota Bogor, Jawa Barat, Minggu, dalam misi kemanusiaan dengan berbagi kisah tentang situasi terkini dari Tanah Para Nabi.

"Ini pertama kali saya datang ke Indonesia, saya sangat bersyukur diberi kesempatan karena ini pengalaman pertama saya keluar dari Palestina," kata Mustofa dalam acara bertajuk "Gaza Memanggil" di Masjid Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB).

Mostafa adalah warga Palestina, lahir dan tumbuh besar di Gaza. Ia mendirikan organisasi kemanusiaan Save Gaza Project bersama sejumlah pemuda, pekerja, dokter dan penduduk sipil dari berbagai kalangan yang menjadi korban perang agresi Israel.

Organisasi kemanusiaan yang dibentuknya betugas menyalurkan bantuan untuk warga Palestina, baik bantuan makanan, pakaian, peralatan sekolah, perlengkapan ibu dan bayi, daging kurban, makanan bagi janda, dan lansia korban perang, serta memberikan pelatihan dan pendidikan.

"Kami bekerja keras melakukan kegiatan kemanusiaan," katanya.

Kehadiran Mustafa di Bogor atas undangan Urban Syiar yang dipimpin oleh mantan artis Peggy Melati Sukma, yang sudah beberapa kali menyalurkan bantuan kemanusiaan untuk rakyat Palestina melalui Save Gaza Project.

Menurut Mostafa, situasi di Palestina saat ini masih diwarnai serangan, hampir setiap hari terjadi serangan. Warga hidup dalam ketakutan, tidak ada kedamaian, anak-anak kehilangan kesempatanya untuk menikmati hari-hari dengan bermain dan belajar.

"Gaza itu seperti penjara besar, orang bisa masuk ke sana, tapi belum tentu bisa keluar hidup-hidup," katanya.

Sebagai penduduk asli Palestina, ia menjadi saksi hidup merasakan tiga kali agresi militer Israel yang terjadi di 2008, kemudian 2010 dan 2014. Serangan tersebut telah membuat Palestina hancur, banyak bangunan rusak dan puing-puing menghiasi wajah negeri tersebut.

"Saya ingin menyampaikan apa yang sebenarnya terjadi di Palestina, karena apa yang didengar selama ini dari berita-berita banyak yang kontradiksi," katanya.

Apa yang dirasakan rakyat Palestina saat ini,dikemukakannya, masyarakat hidup tanpa ada listrik, tidak ada air dan makanan terbatas. Semua dijaga ketat oleh tentara Israel.

"Jadi, tidak mungkin makanan bisa masuk, bantuan dijaga ketat," katanya.

Ia mengatakan, pada waktu agresi Israel tahun 2008, tentara zionis menggempur Palestina, menghancurkan sekolah, pasar, pemukiman warga, rumah sakit, universitas dan berbagai jalan umum.

"Semua dibom oleh tentara Israel, kejadianya jam 11 siang, ketika semua warga tengah beraktivitas. Tiba-tiba berjatuhan bom, saat itu saya sedang berada di luar, serpihan kaca bangunan gedung yang terkena serangan melukai saya," katanya.

Pada saat agresi 2008 tersebut, lanjut dia, dalam satu kali serangan bom pertama, tercatat jumlah korban meninggal dunia mencapai 500 orang yang seluruhnya umat Islam.

"Parahnya lagi, tentara Israel menghalangi kami untuk menolong saudara-saudara kami yang terluka karena serangan. Kami mau menolong tetapi dihalang-halangi, ini sangat keji," katanya.

Penyerangan tidak hanya terjadi di 2008, empat tahun berikutnya. Israel kembali melakukan serangan di tahun 2012, menjatuhkan bom di sejumlah lokasi, hingga awan ledakan bom menyerupai menara, atau tiang-tiang pemancar yang membubung hitam ke awan.

"Perang kedua ini menghancurkan setiap sendi di Palestina, Gaza, kantor, pasar, semua hancur berantakan," katanya.

Serangan Israel kembali terjadi di 2014, semua tempat di Palestina hancur, agresi yang dilakukan tentara Zionis seperti hendak menghancurkan Gaza dari peta dunia. Terjadi dalam 21 hari, perang, warga dihujani bom.

"Semua bangunan rata dengan tanah, tidak ada air, listrik, roti pun susah didapat, karena yang jual roti sudah tidak ada lagi, setelah dibom," katanya.

Mostafa menganalogikan dasyatnya serangan Israel terhadap penduduk Palestina delapan kali lipat dari dasyatnya bom yang dijatuhkan di Nagasaki dan Hiroshima.

"Perjuangan kami ke depan adalah ingin membangun lagi Palestina, apa yang sudah hancur akan kamu bangun lagi," katanya.

Beberapa program kemanusiaan yang telah dijalankan oleh pihaknya, seperti belajar Al Quran untuk penduduk Gaza dengan membangun rumah tahfiz Quran, supaya anak-anak bisa belajar Al Quran.

"Kami memiliki program lainnya, seperti membantu dan peduli anak yatim korban agresi Israel, anak-anak pejuang yang meninggal dan mati syahid. Memberikan tas dan perlengkapan belajar bagi anak-anak supaya bisa belajar kembali, pembagian pakaian, karena disana sulit mendapatkan pakaian," katanya.

Ia menambahkan, bantuan berasal dari donasi sejumlah negara, selain dari Indonesia juga datang dari Amerika Serikat, Inggris Raya, Qatar, Malaysia, Saudi Arabia, yang membantu memberikan kursi roda untuk anak-anak cacat.

Oleh Laily Rahmawati
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016