Karanganyar (ANTARA News) - Perhelatan seni budaya "Fabriek Fikr 2016" mampu membangkitkan roh bangunan cagar budaya berupa bekas Pabrik Gula Colomadu Karanganyar, Jawa Tengah, yang berdiri pada 1861, kata pejabat Badan Ekonomi Kreatif Hari Santoso Sungkari.

"Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) bersama para seniman ke depan terus berkelanjutan membangkitkan roh bangunan bekas PG Colomadu melalui karya seni budaya," kata Deputi Bidang Infrastruktur Badan Ekonomi Kreatif Hari Santoso Sungkari di PG Colomadu Karanganyar, Minggu.

Perhelatan seni budaya Fabriek Fikr II/2016 gagasan maestro seni Sardono W. Kusumo tersebut, mendapat dukungan Bekraf sebagai program berkelanjutnya untuk menghidupkan kembali bangunan bersejarah yang sudah lama tidak beroperasi alias mangkrak itu.

Ia mengatakan peran pemerintah melalui Bekraf tidak sekadar merevitalisasi infrastruktur fisik, tetapi lebih dari itu, yakni membangun ekosistem.

"Kami memikirkan di mana tempat orang rekreasi, produksi, konsumen bisa menonton. Hal ini, yang harus diperbaiki. Solo dan sekitarnya seperti Boyolali, Karanganyar, dan Sukoharjo termasuk kawasan yang mendukung ekosistem itu," katanya.

Menurut dia, tempat-tempat di dunia, di mana seni budaya berinovasi dengan kreativitas dan teknologi, bisa tumbuh karena didukung suatu ekosistem. Upaya itu, harus melibatkan sekolah atau akademis, pemerintah, dan komunitas.

Ia mengatakan membangkitkan kembali bekas PG Colomadu merupakan ide mempertemukan semua seniman berkumpul, bukan saja memamerkan hasil karyanya, tetapi juga proses berkreasi dan produksi.

Mereka, katanya, bisa bertemu dengan seniman lain dan calon konsumen atau penonton.

Menurut dia, kondisi bangunan yang mangkrak disertai dengan alat atau mesin kuno yang ada di pabrik gula tersebut, memiliki potensi yang luar biasa untuk mendukung pertunjukan karya seni.

"Potensi selama ini belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Hal ini terbukti dari minimnya pergelaran seni yang dilakukan di pabrik bersejarah itu," katanya.

Tony Bruer, salah satu pelaku seni, mengatakan gejala ekosistem sudah ada, tetapi masyarakat tidak mungkin akan datang ke pabrik jika tidak ada kegiatan seperti perhelatan seni budaya Fabriek Fikr di bekas PG tersebut.

"Kami menilai bekas PG Colomadu seperti sudah menjaid ruang publik. Saya melihat pengunjung cukup luar biasa ingin melihat masuk ke dalam pabrik, dan mereka memiliki memori yang luar biasa soal sejarahnya," katanya.

Sardono W. Kusumo, maestro seni tari dan dosen Pascasarjana Institut Kesenian Jakarta itu, mengatakan Farbriek Fikr merupakan pertunjukan yang mengangkat nilai suatu ruang yang kuat pada bangunan pabrik yang telah lama tidak beroperasi.

Bangunan tua itu mampu mendorong orang untuk masuk dalam ruang imajinasi yang bebas dan liar.

Sardono mengatakan pertunjukan hari terakhir, Minggu malam, menyuguhkan karya visual dengan menggunakan teknologi "video mapping".

Karya itu disajikan pada tembol besar dinding bangunan PG Colomadu menjadi bentuk visual "video mapping" yang mengangkat tema pabrik dan dimensi.

Pada pertunjukan sebelumnya, kata dia, di bagian dalam gedung pabrik, di dinding sepanjang ruangan stasiun masakan diisi visual "video mapping" yang bertema "Water dan Particle". Suguhan itu membuat para pengunjung kagum.

Dia mengatakan di luar acara tersebut, bangunan bekas pabrik lebih banyak terkunci dan tidak dapat dimasuki secara bebas oleh para pengunjung atau masyarakat sekitar.

"Namun, bekas PG Colomadu kini, diharapkan sudah menjadi ruang publik dengan banyaknya kegiatan di bangunan bersejarah itu," kata Sardono.

Pewarta: Bambang DM
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016