Yogyakarta (ANTARA News) - Peneliti Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan (PSKK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Agus Joko Pitoyo mengungkapkan dua hal yang menjadi penghambat utama dalam upaya pengentasan kemiskinan di perdesaan.

"Paling tidak, ada dua penghambat serius bagi penduduk di wilayah perdesaan untuk bisa keluar dari kemiskinan," ujar dia saat ditemui di Kampus Program Doktor Studi Kebijakan UGM, Yogyakarta, Kamis.

Pertama, rendahnya penguasaan lahan terutama di saat sektor pertanian merupakan mata pencaharian utama penduduk.

Menurut dia, penguasaan dan distribusi lahan pertanian sebetulnya merupakan jaminan kesejahteraan agar bisa keluar dari jerat kemiskinan. Sebab jika akses terhadap penguasaan atau distribusi lahan kecil, maka potensi mereka untuk terbebas dari kemiskinan juga kecil.

Agus mengatakan, studi kasus yang dilakukan di Desa Banjararum, Banjarsari, dan Pagerharjo menunjukkan, hanya 17 persen kepala rumah tangga miskin yang memiliki lahan sendiri dan 15 persen berstatus menyewa lahan. Sementara sisanya adalah penduduk yang tidak memiliki lahan dan bekerja sebagai petani penggarap.

"Mereka inilah yang biasanya dapat keluar dari kemiskinan karena lahannya masih dapat diusahakan, sedangkan yang lainnya adalah petani gurem dengan penguasaan lahan kurang dari 0,5 hektar sehingga sulit untuk keluar dari kemiskinan," ujar Agus Joko.

Hal kedua, kata dia, adalah pengeluaran untuk biaya sosial yang cukup tinggi, dimana pengeluaran tersebut paling banyak terjadi di bulan Dulkaidah, Ruwah, dan Besar menurut penanggalan Jawa.

Ia menambahkan, bahwa biaya sosial menjadi tinggi karena ada banyak rumah tangga yang menyelenggarakan selamatan.

"Selamatan dilakukan untuk merayakan hampir semua kejadian hidup manusia, seperti kelahiran, kematian, pernikahan, pindah rumah, panen raya, dan sebagainya," kata Agus Joko.

Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dalam Laporan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium di Indonesia menyebutkan, kemiskinan di perdesaan mencapai 15,72 persen. Angka ini jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan tingkat kemiskinan di perkotaan, yakni 9,23 persen.

Pewarta: RH Napitupulu
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2016