Bandarlampung (ANTARA News) - Indonesia telah menyatakan komitmen untuk meningkatkan aksi nyata pengendalian perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen hingga tahun 2030.

"Komitmen itu telah dikeluarkan pada forum internasional COP 22 di Maroko, pekan lalu," kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, pada Biennial General Meeting dan Simposium Internasional "Pengakuan Atas Wilayah Kelola Rakyat, Mewujudkan Keadilan Iklim" di Bandarlampung, Jumat.

Ia menyebutkan, perlu kerja keras semua pihak untuk mengupayakan pengendalian perubahan iklim termasuk pemerintah dan juga dukungan dunia internasional.

Menurutnya, dalam Nationally Determined Contribution (NDC), Indonesia menekankan perlunya strategi adaptasi perubahan iklim dan mitigasi yang komprehensif, dengan mempertimbangkan kondisi geografis dan keunikan landscape.

Sejumlah kebijakan juga tengah berlangsung seperti, penetapan kebijakan satu peta; menegakkan moratorium konversi hutan alam primer; melakukan evaluasi perijinan pada lahan gambut; memulihkan lahan gambut; dan mengalokasikan 12,7 juta ha untuk program dan pengelolaan perhutanan sosial.

Serta berbagai kebijakan lain yang masih terus kita kembangkan seperti penanganan sampah, orientasi low carbon economy dan circular economy, efisiensi resources dan lain-lain.

Siti Nurbaya menjelaskan, pemerintah saat ini yang dipimpin Presiden Jokowi, juga oleh masyarakat luas dan khususnya para aktivis dan akademisi, bahwa salah satu bagian penting dalam menata lingkungan dan kehutanan sebagaimana maksud agenda pengendalian perubahan iklim yang kita kenal sebagai REDD+, ialah berkenaan dengan kebijakan alokasi (lahan) hutan, khususnya berkaitan dengan distribusi pengunaan dan pemanfaatan.

Faktor alokasi dan distribusi secara visual dikenali dalam bentuk keberpihakan dalam alokasi sumeberdaya (lahan) hutan, yang harus dire-orientasi dengan kebijakan alokasi yang berpihak kepada rakyat, bukan semata korporat.

"Masyarakat menghendaki koreksi kebijakan masa lalu dengan penegasan pada keberpihakan kebijakan alokasi yang nyata kepada rakyat. Dalam Agenda Nawa Cita Presiden, antara lain diproyeksikan dalam bentuk membangun wilayah pelosok, membangun produktivitas rakyat, membangun ekonomi domestik dan menghadirkan negara di tengah-tengah rakyat," jelasnya.

Menteri LHK itu menjelaskan, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kementerian LHK, dialokasikan kawasan hutan seluas 12,7 juta ha yang setara kurang lebih 10 persen luas kawasan hutan seluruh Indonesia untuk kegiatan perhutanan sosial, yang akan menjangkau lapisan masyarakat yang berada didalam kawasan dan di sekitar hutan.

Dalam catatan KLHK tidak kurang dari 30 ribu desa didalam areal tersebut, dari total desa di Indonesia yang tidak kurang dari 71 ribu desa. Kita menyebutnya sebagai Program Perhutanan Sosial yang telah ditegaskan kibjakannya oleh Presiden Jokowi pada 21 September 2016 yang lalu dan untuk itu juga telah ditetapkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 83/Setjen/Kum.1/10/2016 tanggal 25 Oktober tahun 2016 tentang Perhutanan Sosial.

Kebijakan perhutanan sosial dengan bobot kebijakan alokasi sumber daya alam pada (lahan) hutan, untuk rakyat bukan merupakan kebijakan tunggal lingkup LHK saja, tetapi ia merupakan kebijakan kompleks yang akan mencakup dukungan-dukungan peningkatan kapasitas sumber daya manusia teknologi, pendanaan bagi masyarakat, dan yang terpenting adalah dukungan pendampingan.

"Secara nyata dan saya pelajari langsung di lapangan bahwa langkah-langkah pendampingan oleh aktivis dan atau akademisi, merupakan bagian esensial dan sangat penting dalam program ini," tambahnya.

Pada acara yang digagas Wahana Lingkungan Hidup Indonesia dihadiri kurang lebih 74 utusan luar negeri untuk berdiskusi sebagai upaya-upaya pengendalian iklim global dapat berlangsung secara berkeadilan, adil dalam beneficiaris kebijakan, adil dalam participatory, adil dalam resources allocation and facilities dan adil dalam penilaian pengukuran dan transparans.*

Pewarta: Agus Wira Sukarta
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016