Berlin (ANTARA News) - Uni Eropa dan Turki mesti menghormati dan mematuhi komitmen dalam kesepakatan terkait pengungsi, kata Kanselir Jerman Angela Merkel di Berlin, Jumat waktu setempat.

Merkel terlihat ingin mendinginkan ketegangan antarpihak mengenai isu penting tersebut.

Pernyataan itu dilontarkan sehari setelah anggota parlemen Eropa mengesahkan resolusi tidak mengikat untuk memberhentikan pembahasan terkait keanggotaan Turki ke blok tersebut.

Langkah itu adalah bentuk protes terhadap aksi keras pemerintah Turki menindak pihak yang dianggap terlibat kudeta gagal Juli lalu.

Presiden Turki Tayyip Erdogan mengancam akan melepas gelombang pengungsi baru ke Eropa. Ia tampaknya juga akan membatalkan komitmen menampung ratusan ribu pengungsi di negaranya sebagai balasan atas janji percepatan pembahasan keanggotaan Turki di Uni Eropa, khususnya terkait fasilitas bebas visa untuk warganya dan bantuan keuangan.

"Saya pikir perjanjian terkait pengungsi dengan Turki memuat kepentingan dua pihak," kata Merkel di depan anggota partai konservatif, Serikat Demokrasi Kristiani (CDU) dalam konferensi wilayah di Kota Neumuenster, Jerman Utara.

"Itu alasannya kita sebagai warga Eropa mesti mematuhi komitmen yang sudah dibuat, begitu juga halnya Turki," kata Merkel.

Kesepakatan itu telah membantu menanggulangi tingginya jumlah kedatangan pengungsi serta memberantas penyelundupan manusia.

Saat ditanya oleh anggota CDU terkait rencana alternatif batalnya kesepakatan UE dengan Turki, Merkel menjawab dirinya tidak punya rencana cadangan.

"Sulit memang, tetapi saya akan bekerja keras memastikan rencana itu berhasil diwujudkan. Saya juga akan menjamin untuk memastikan kerja sama serupa dengan negara lain".

Sebagian besar anggota UE mendukung kelanjutan kerja sama dengan Turki, terlepas keprihatinan mereka terhadap rekam jejak pelanggaran hak asasi manusianya.

"Penting bagi kita untuk terus berhubungan baik satu sama lain," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman, Sawsan Chebli, Jumat.

"Maksudnya, penting bagi kita untuk tidak menghentikan pembahasan terkait keanggotaan itu karena hanya akan merusak hubungan antara Turki dan UE. Masalah itu bukan jadi tujuan kedua pihak," kata Chebli.

Otoritas Turki telah menahan atau memecat lebih dari 125 ribu warganya yang terdiri atas tentara, akademisi, hakim, wartawan, dan pemimpin etnis Kurdi.

Mereka dituduh mendukung kudeta, tetapi pegiat HAM dan beberapa sekutu negara barat mengatakan, aksi itu merupakan usaha "menindas" oposisi. Demikian laporan Reuters.

(Uu. KR-GNT/a032)

Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016