Jakarta (ANTARA News) - Pelimpahan tahap pertama berkas kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Calon Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, akhirnya dilimpahkan kepada Kejaksaan Agung pada Jumat (26/11).

Artinya langkah ini merupakan babak baru perkembangan kasus tersebut yang telah menguras energi Bangsa Indonesia saat ini.

Bola panas sudah bergulir di tangan Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum), apakah berkas itu nantinya lengkap atau P21 sebaliknya tidak lengkap atau P18 yang disertai dengan petunjuk (P19).

Jika dinyatakan lengkap berarti dilakukan pelimpahan tahap dua (berkas dan tersangksa) tinggal dilaksanakan dan dibawa ke proses persidangan. Tidak lengkap berarti harus bolak-balik berkasnya dari Kejagung kepada Bareskrim Mabes Polri.

Tidak tanggung-tanggung berkas Ahok yang diserahkan kepada Kejagung itu, mencapai tiga bundel berkas perkara yang terdiri dari 826 halaman.

Pasal yang dikenakan kepada gubernur nonaktif DKI Jakarta itu, Pasal 156 dan 156 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

"Kami akan segera mengambil sikap, saya tidak akan katakan berapa hari tapi sesegera mungkin. Yakinlah bahwa kami serius menangani berkas perkara itu," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Noor Rachmad.

Tentunya kejaksaan bekerja sesuai dengan aturan KUHAP dengan segera melakukan penelitian atas berkas yang telah diterimanya melalui jaksa peneliti atau lebih dikenal jaksa P15.

Sesuai asal 50 ayat (1) KUHAP menyebutkan "Tersangka berhak segera mendapat pemeriksaan oleh penyidik dan selanjutnya dapat diajukan ke penuntut umum", kemudian Pasal 50 ayat (2) KUHAP "Tersangka berhak perkaranya segera dimajukan ke pengadilan oleh penuntut umum" dan Pasal 50 ayat (3) KUHAP "Terdakwa berhak segera diadili oleh pengadilan".

"Untuk menelitinya, kami memiliki waktu dua minggu atau satu minggu untuk menentukan sikap," kata Noor Rachmad yang juga eks Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung.

Sebagai bukti keseriusan penanganan perkara penistaan agama itu, Kejagung sudah menunjuk 13 jaksa peneliti yang terdiri dari 10 jaksa berasal dari Kejagung, dua dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta dan satu orang dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Utara.

"Kami sudah menunjuk 13 jaksa peneliti, 10 jaksa dari Kejagung, dua orang dari Kejati dan Kejari satu orang. Tentunya kami akan melakukan penelitian apakah menurut ketentuan KUHAP sudah memenuhi syarat untuk dibawa ke pengadilan," katanya.

Kejagung juga sudah menunjuk ketua dari tim jaksa peneliti itu, yakni, Ali Mukartono yang saat ini mejabat Direktur Orang, Harta dan Benda (Oharda).

Noor Rachmad menegaskan kejagung akan bekerja secara profesional, proporsional. "Yakinlah kami bekerja secara serius," tutupnya.

Sementara itu, Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri, Kombes Pol Rikwanto menyatakan pelimpahan tahap pertama berkas Ahok itu menunjukkan Polri fokus dan sigap dalam menindaklanjuti kasus-kasus yang sensitif.

"Sudah terjadi penyerahan tahap pertama dari Bareskrim ke kejaksaan. Ini menunjukkan Polri cukup fokus, sigap, segera dalam menindaklanjuti kasus-kasus yang sensitif," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Kombes Pol Rikwanto.

Perwira menengah berpangkat melati tiga ini berharap berkas segera dinyatakan lengkap alias P21 sehingga tahap selanjutnya adalah jaksa akan membawa kasus ini untuk disidangkan.

Dalam penyidikan kasus tersebut, ada 40 orang yang telah dimintai keterangan yang terdiri dari pelapor, saksi, sejumlah ahli dan seorang tersangka.

Badan Reserse Kriminal Polri menetapkan Basuki T. Purnama alias Ahok sebagai tersangka kasus penistaan agama karena dia mengutip Alquran dan menyebut adanya pihak yang menggunakan ayatnya untuk keperluan tertentu saat berbicara di hadapan warga Kepulauan Seribu pada 27 September 2016.

Polisi menduga mantan bupati Belitung Timur itu melanggar Pasal 156 dan 156 huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Kedatangan Habib
Seusai penyerahan tahap pertama berkas Ahok, Ketua Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab mendatangi Gedung JAM Pidum untuk mengawal penanganan berkas Ahok tersebut.

Kedatangan Habib didampingi oleh Juru Bicara FPI Munarman dan bertemu dengan JAM Pidum, Noor Rachmad, Jaksa Agung Muda Intelijen (JAM Intel) Adhi Toegarisman, beserta sejumlah direktur serta Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, M Rum.

"Kami dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GPNF) MUI sudah bertemu dengan JAM Pidum, JAM Intel beserta jajaran direkturnya. Kedatangan ini untuk mengawal terus kasus penistaan agama," katanya.

Harapan dari Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI, kata dia, agar kejaksaan segera menyatakan berkas tersebut lengkap (P-21) atau tidak diulur-ulur penanganannya.

"Berkas itu segera dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan agar kegaduhan nasional dan internasional berakhir," katanya.

Pihaknya juga meminta kejagung jika sudah menyatakan lengkap berkas Ahok, segera melakukan penahanan terhadap Gubernur DKI nonaktif tersebut.

Jika tidak ditahan akan berpotensi memecahkan NKRI. Oleh karena itu, segera tahan dan disidangkan, katanya.

Sementara itu, pakar hukum dari Universitas Satyagama, Kaspudin Noor, mengharapkan kejaksaan bekerja secara profesional dalam menangani kasus tersebut.

"Jika hukum mau ditegakkan maka terapkan hukum pada siapapun tanpa diskriminasi, karena setiap orang sama kedudukannya di hadapan hukum (equality be for the law). Jadi bekerjalah secara profesional dan independen," katanya.

Mengenai desakan agar Ahok segera ditahan, ia menyatakan penahanan Ahok dalam dugaan tindak pidana penistaan agama itu, harus dapat diperhatikan sungguh dasar hukum penahahan sebagaimana alasan Pasal 21 KUHAP.

Pasal 21 KUHAP menyebutkan perintah penahanan terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup, dilakukan dalam tiga hal.

Pertama, adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri.

Kedua, adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan merusak atau menghilangkan barang bukti.

Ketiga, adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan mengulangi tindak pidana.

"Karena itu, penahanan harus memenuhi rasa keadilan masyarakat dengan melihat penanganan kasus-kasus yang sama terdahulu untuk dijadikan acuan agar terciptanya situasi yang kondusif," katanya.

Seperti diketahui, pelaku penistaan agama yang terjadi di tanah air setelah ditetapkan sebagai tersangka akan dibarengi dengan penahanan.

Saat ini, publik menunggu keseriusan Kejagung untuk segera menuntaskan kasus penistaan agama Ahok guna memberikan pelajaran bahwa hukum sebagai panglima bukan politik sebagai panglima. Wassalam.

Oleh Riza Fahriza
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016