Menara Eiffel tampak menjulang tinggi dalam balutan langit yang menguning dengan latar depan siluet dahan-dahan pepohonan menambah kecantikan bangunan yang menjadi ikon kota Paris, Prancis itu.

Tak jauh dari landskap itu terbingkai foto yang memperlihatkan sebuah traktor tengah menggarap lahan perkebunan tebu yang begitu luas di Cortiba Brazil.

Dua foto tersebut merupakan karya Soedjai Kartasasmita yang dirangkum dalam buku bertajuk "The World As Seen Through The Lens A Planter" dan dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta selama 24-28 November 2016.

Melalui buku setebal 127 halaman tersebut Soedjai yang dikenal sebagai sosok yang lebih banyak malang melintang di sektor perkebunan ingin mengajak pembacanya, khususnya penggemar fotografi, melihat dunia melalui bidikan lensanya.

Sebanyak lebih dari 60 foto hasil bidikannya dari seluruh penjuru dunia dituangkan dalam buku yang dilengkapi ungkapkan-ungkapannya seputar dunia fotografi serta pengalaman estetiknya.

Bangunan-bangunan tua maupun gedung-gedung pencakar langit modern, kehidupan masyarakat perkotaan hingga perdesaan, serta pemandangan alam dari penjuru Tanah Air hingga berbagai negara dia abadikan dengan kamera Leica yang menjadi kegemarannya.

Gambar-gambar yang disajikan Soedjai tak sekadar dokumentasi perjalanan, namun mampu memberikan kesan yang kuat, bahkan memiliki "daya kejut" berkat pengalaman dan kepiawaiannya dalam memotret.

Salah satunya yakni pelombaan pacu jawi atau balap sapi (hal 24) yang terekam begitu sempurna dengan ekspresi joki serta gerak sapi serta cipratan lumpur.

Tak dipungkiri, sosoknya yang dianggap sebagai "begawan perkebunan" memberikan warna tersendiri dalam karya-karya fotonya, sehingga petani maupun dunia pertanian dan perkebunan banyak terekam kameranya.

Di usianya yang ke-90 tahun Soedjai Kartasasmita masih sigap menyalami satu per satu tamu yang menghadiri perayaan ulang tahun sekaligus perluncuran buku hasil karya fotografinya, "The World As Seen Through The Lens A Planter" itu.

Ketua Dewan Penasehat Gabungan Perusahaan Perkebunan Indonesia (GPPI) itu di Meseum Nasional Jakarta, Sabtu menggelar perayaan hari kelahirannya sekaligus pameran fotografi yang akan berlangsung hingga 28 November 2016.

Sejumlah tokoh fotografi, Menteri Pertanian era Orde Baru Syarifudin Baharsyah, Menteri Pertanian masa Presiden Habibie, Yustika Baharsyah dan Menteri Pertanian Kabinet Susilo Bambang Yudhoyono, Anton Apriyantono, serta mantan Menko Perekonomian Aburizal Bakrie juga hadir dalam acara tersebut.

Soedjai yang lahir di Cipari, Cilacap, 26 November 1926 tersebut mengungkapkan pada awalnya menekuni dunia fotografi untuk menghilangkan stres ketika ditugaskan ke Kamboja meninjau perkebunan karet milik Prancis, pada dasa warsa 60-an.

"Lokasi perkebunan karet berdekatan dengan perbatasan Vietnam sehingga sering terdengar dentuman bom ataupun desingan peluru. Suasana (perang) tersebut tentunya membuat saya stres. Untuk menghilangkan stres itulah saya banyak melakukan pemotretan," ujar mantan Ketua Kadin bidang Kehutanan dan Perkebunan itu.

Bapak empat anak yang merupakan seorang ahli perkebunan itu telah mengenyam berbagai pendidikan, baik di dalam maupun luar negeri, termasuk program-program Advanced Management Insead (Institut Manajemen Eropa) di Fountainbleau Prancis (1977,1984, 1991, 1995), Avignon Prancis (1977), Tokyo dan Kyoto, Seoul, Shanghai, Hong Kong, California AS, dan Singapura.

Berbagai studi profesi pernah ditempuhnya di berbagai negara, seperti Brazil, AS, Cuba, Kanada, Australia, Afrika Selatan, India, Thailand, Malaysia, Pantai Gading, Costa Rica, Prancis, Kamboja hingga Sri Lanka.

Pengalaman perkebunan yang luas telah menempatkan dirinya di berbagai posisi penting seperti manajer perkebunan besar milik negara dan swasta, menjadi pionir konsep plasma, merehabilitasi 42 pabrik gula di Jawa dan membangun sembilan pabrik gula baru di Jawa, Sumatera, Kalsel dan Sulsel.

Pernah menjadi Ketua Umum Badan Kerjasama Perusahaan Perkebunan Sumatera (BKS-PPS), Ketua Umum Gabungan Perusahan Perkebunan Indonesia (GPPI), Ketua Apindo bidang Pendidikan dan latihan, Ketua Kadin bidang Perkebunan dan Kehutanan, ketua umum ISSCT, Life Long Honorary Member ISSCT.

Soedjai juga menjadi salah satu penerima Bintang Gerilya dari pemerintah RI, penghargaan dari pemerintah Prancis dan berbagai penghargaan dai masyarakat gula internasional.

Hobi fotografi yang dilakukannya di sela-sela kesibukannya sebagai seorang "pekebun" itu kini mengantarnya menjadi salah seorang fotografer di Tanah ,Air bahkan sejumlah penghargaan atas karya fotonya kerap diterima.

Bahkan Rektor ISI Yogyakarta menganugerahi "Life Time Archievement Award" pada acara Dies Natalis ISI Yogyakarta 2011 karena apresiasi, wacana, dedikasi dan keseriusannya di bidang fotografi kepada pendiri Jakarta Photographers Society (JPS) itu.

Karena minatnya yang besar terhadap fotografi, berbagai ajang fotografi telah diikutinya. Ia menjadi seorang seniman fotografi yang disegani dan dikenal oleh masyarakat fotografi Indonesia. Aktif berpameran dan juga aktif sebagai juri berbagai lomba fotografi.

Menceritakan masa lalunya, Soedjai mengungkapkan, pada usia 28 tahun awal dirinya memiliki kamera Kodak dengan membeli dari kantong sendiri.

Kemudian Djai muda menekuni fotografi setelah memiliki kamera Minolta pada masa 60-an karena teknologinya paling maju. Pada era 70-an dia bisa membeli kamera Leica buatan Jerman, dan hingga saat ini menjadi salah satu kolektor di dunia.

"Melalui fotografi lebih mudah berkomunikasi dengan orang tanpa membeda-bedakan bangsa ataupun warna kulitnya," ujarnya.

Hampir di seluruh dunia sudah dijelajahinya untuk menyalurkan hobinya berburu foto. Bahkan setiap hari memotret saat jalan-jalan pagi selalu membawa kamera untuk mengabadikan apa saja yang terlihat menarik.

"Setiap pelosok Jakarta sudah difoto," kata pemilik kamera Leica sekitar 20 buah dan salah satunya merupakan kamera emas itu.

Soedjai mengungkapkan fotografi mampu melatih kejelian mata untuk menangkap hal-hal yang menarik selain itu juga mampu mengembangkan otak kanan.

Oleh karena itu usia tua tak menghalangi Pak Djai, panggilan akrab suami Kartini (almarhumah), itu untuk terus menekuni fotografi. Direktur Galeri Foto Cahaya itu menyatakan akan melakukan hobinya hingga akhir hayat.

"Saya akan melakukan (memotret) terus. Karena selain menghilangkan stres juga membuat kita banyak teman," ujar pria yang juga dijuluki Mr Leica karena hobi mengoleksi kamera produksi Jerman tersebut.

Menginspirasi
Sejumlah fotografer mengakui, kelebihan Soedjai Kartasismita dalam menghasilkan karya foto sehingga mampu menginspirasi mereka untuk berkarya.

Seperti diungkapkan mantan Menteri Pertanian Anton Apriyantono yang juga pehobi fotografi. DIkatakan, kelebihan Pak Djai adalah kejelian melihat objek menarik, kemampuan menangkap rasa atau jiwa objek fotografi, yang tak dimiliki setiap orang.

"Foto-foto saya terinspirasi dari Pak Soedjai, meskipun saya memiliki specialisasi sendiri," ujar menteri di era Presiden SBY itu.

Mantan Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Dr Wagiyono menilai Soedjai tak hanya memberikan inspirasi dari seni fotografi, namun juga daya hidup.

"Cinta alam, kemanusiaan dan lingkungan. Selalu mensyukuri kehidupan, itulah yang terlihat dari Pak Soedjai," ujarnya.

Fotografer profesional Deniek G Sukarya menilai karya foto Soedjai Kartasasmita mencerminkan sebuah cara pandang yang peka dan kompetitif dengan olah komposisi yang matang.

Sementara Rhohan F Mochtar mengagumi, dalam usia 90 tahun Pak Djai masih tangkas menenteng kamera dan mengabadikan keindahan alam yang diamatinya.

"Pak Djai menempatkan fotografi sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan," ujarnya.

"The World As Seen Through The Lens A Planter" akhirnya dapat diterjemahkan merupakan sumbangan anak bangsa yang ingin menyampaikan apresiasi pada momen 90 tahun usianya.

Oleh Rz Subagyo
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016