Minsk (ANTARA News) - Perundingan empat-pihak menyangkut konflik separatisme di Ukraina timur pada Selasa berakhir tanpa kesepakatan.

Menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier menegaskan bahwa pernyataan-pernyataan "basa-basi" tidak cukup untuk mewujudkan perdamaian abadi.

Di tengah harapan yang tak terlalu tinggi, para menteri luar negeri Jerman, Prancis, Ukraina dan Rusia melakukan pertemuan di ibu kota negara Belarusia, Minsk. Mereka membicarakan upaya untuk menerapkan kesepakatan gencatan senjata Minsk di wilayah Ukraina, Donbass.

Steinmeier mengatakan baik Ukraina maupun Rusia memperkeras sikap mereka dan tidak ada kesepakatan politik yang dicapai soal penyelenggaraan pemilihan daerah di Donbass, seperti yang diminta Rusia dan para separatis dukungan Kremlin.

"(Pembicaraan) hari ini lagi-lagi membosankan," kata Steinmeier. "Basa-basi tidak akan dapat menyelesaikan konflik ini."

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mendorong balik proposal Ukraina untuk mengizinkan para pemantau OSCE bersenjata datang ke Donbass.

"Tidak ada terobosan sama sekali hari ini. Perjanjian Minsk buntu, kami tidak berhasil menyepakati langkah-langkah," kata Lavrov kepada para wartawan.

Namun ketika menyoroti sejumlah aspek positif, Steinmeier mengatakan Palang Merah Internasional dapat membantu pertukaran tahanan pada akhir tahun. Ia menyatakan optimistis bahwa penarikan lebih banyak pasukan akan terwujud.

Keempat negara itu pada Oktober sepakat untuk membuat peta jalan bulan ini soal upaya menerapkan kesepakatan gencatan senjata yang ditandatangani tahun lalu di Minsk guna mengakhiri pertempuran antara pasukan Ukraina dan kelompok separatis dukungan Rusia di Ukraina timur.

Sejak muncul pada 2014, konflik antara kedua pihak itu telah menewaskan hampir 10.000 orang.

Kiev dan Barat menuding Rusia menyulut gerakan separatis serta memasok bantuan bagi para pemberontak.

Negara-negara Barat telah menjatuhkan sanksi ekonomi terhadap Moskow.

Kremlin membantah tuduhan itu dan, sebaliknya, menuding Ukraina melakukan kekerasan serta melanggar perjanjian Minsk.

Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault mengatakan proses penerapan perjanjian Minsk itu masih membutuhkan waktu lama., demikian Reuters.

(Uu.T008)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016