Jakarta (Antara) - Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP Indonesia) berkesempatan hadir dalam 3rd Indonesian Conference on Tobacco or Health (ICTOH) untuk menyampaikan temuannya terkait kajian keamanan dan risiko rokok elektrik. Presentasi dengan judul “Urgensi Upaya Pengendalian Rokok Elektrik di Indonesia” disampaikan oleh YPKP sebagai bentuk rekomendasi kepada pemerintah sehubungan dengan urgensi pengadaan standarisasi dan regulasi terkait produk rokok elektrik di Indonesia.

Dalam presentasinya YPKP menyoroti tren konsumsi rokok elektrik di Indonesia yang terus mengalami kenaikan dan absennya studi di Indonesia yang secara khusus mengidentifikasi risiko dan manfaat dari konsumsi rokok elektrik.

Menurut Drg. Amaliya, salah satu peneliti dari YPKP, simpang siur informasi terkait keamanaan dan bahaya rokok elektrik ini menyamarkan potensi rokok elektrik untuk menjadi solusi masalah adiksi konsumsi rokok di Indonesia. "Padahal di beberapa negara maju seperti Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Jepang dan Korea, rokok elektrik telah digunakan sebagai alternatif pengganti rokok konvensional oleh masyarakat dan sebagai upaya penghentian merokok secara bertahap  maupun sebagai upaya pengurangan bahaya merokok," katanya.

Ia juga menambahkan, fenomena rokok elektrik dan tidak adanya penelitian di Indonesia terkait rokok elektrik itulah yang membuat YPKP bekerja sama dengan Universitas Padjajaran melakukan penilitian perdana di Indonesia terkait kajian keamanan dan resiko rokok elektrik.

Penelitian tahap satu yang telah dilakukan pada kuartal satu sampai dengan tiga di tahun 2016 ini diawasi langsung oleh Prof. Ahmad Syawqie dan beberapa peneliti lainnya dari Universitas Padjajaran. Uji lab dilakukan dengan subjek penelitian yang terdiri dari sembilan jenis cairan rokok elektrik dan satu jenis rokok elektrik berbahan baku tembakau. "Adapun dari hasil profil kromatografi atas kajian cairan dan uap rokok elektrik yang dilakukan oleh YPKP selama enam bulan ke belakang mendapati adanya kandungan UP Propylene Glycol, USP Glycerin Natural/Vegetable, dan pemanis pada cairan rokok elektrik," lanjutnya.

Ketiga zat tersebut bukanlah zat berbahaya dan aman dikonsumsi oleh manusia. Selain itu, kajian uap juga dilakukan pada produk rokok elektrik yang menggunakan tekhnologi dipanaskan bukan dibakar dimana bahan baku utamanya adalah tembakau justru menunjukkan adanya penurunan konsentrasi kandungan setelah pemanasan dan tidak adanya degradasi yang menghasilkan zat baru berbahaya.

M. Ilham Karim dan Zulfi Prayogo sebagai peneliti muda dari YPKP lebih lanjut lagi menyampaikan pada presentasinya bahwa beberapa cairan rotrik dan rotrik dengan bahan baku tembakau yang kandungannya tidak terdegradasi menjadi zat lain dapat disimpulkan relatif aman untuk dikonsumsi.

Selanjutnya, YPKP menilai penting bagi pemerintah untuk tidak serta merta melakukan pelarangan pada rokok elektrik. Dalam rekomendasinya YPKP mendorong Pemerintah Indonesia untuk melakukan kajian independen dan mendukung kajian-kajian yang dilakukan oleh lembaga penelitian seperti YPKP dan Universitas Padjajaran untuk lebih jauh lagi mengenal rokok elektrik.

YPKP berharap, pemerintah dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai dasar dari regulasi standarisasi rokok elektrik yang aman dikonsumsi oleh masyarakat. Standarisasi produk layak konsumsi dari Pemerintah akan mengeliminasi produk yang tidak layak konsumsi dan memaksimalkan potensi rokok elektrik sebagai salah satu solusi masalah merokok di Indonesia.

YPKP juga menilai pelarangan total konsumsi rokok elektrik beresiko menjadi solusi yang kontra produktif bagi Pemerintah. Karena alih-alih melindungi masyarakat, pelarangan justru dapat berujung pada munculnya transaksi jual beli rokok elektrik ilegal mengingat sudah  tingginya angka konsumen rokok elektrik saat ini.

Sebagai rangkaian upaya sosialisasi hasil penilitian, dalam beberapa hari kedepan YPKP juga akan melakukan pemaparan di Jakarta dan Bali.


Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2016