Jakarta (ANTARA News) - Penurunan harga gas untuk industri tekstil terus dikaji, karena masih terganjal dua hal yakni derasnya impor dan harmonisasi perpajakan, demikian disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.

"Tekstil belum selesai dibahas. Tekstil itu permasalahannya impornya deras dan ditengarai ada yang memanfaatkan fasilitas impor produsen," kata Airlangga di Jakarta, Kamis.

Dengan demikian, lanjut Airlangga, produsen yang kapasitas produksinya kecil hanya memgimpor sebesar-besarnya untuk dijual kembali.

Selain itu, Airlangga menyampaikan, masih terjadi persoalan harmonisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN), di mana angkanya 2,5 persen untuk impor dan 10 persen untuk produk dalam negeri.

"Jadi, perbedaan 7,5 persen ini bagi industri garmen itu sangat signifikan," ungkap Airlangga.

Sementara itu, Dirjen Industri Kimia Tekstil dan Aneka Kementerian Perindustrian Achmad Sigit Dwiwahjono menyampaikan, impor yang paling besar terjadi pada kain.

Padahal, lanjutnya, industri tekstil di Indonesia sudah terintegrasi dari hulu hingga hilir.

"Kalau impornya deras, kan utilisasi industri dalam negerinya semakin kecil. Jadi, ini memang perlu diatur," ujar Sigit.

Untuk itu, pemerintah akan membahasnya dalam rapat untuk mencarikan solusi.

"Nanti akan terus dibahas dalam rapat. Inikan belum dibahas," pungkasnya.

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2016