Jakarta (ANTARA News) -  Rencana pemindahan lokasi sidang atas kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) adalah langkah tepat, menurut Ketua Setara Institute, Hendardi,

"Ini memiliki dasar hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 85 KUHAP," kata Hendardi dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Kamis.

Ia menyebutkan, dalam pasal tersebut disebutkan bahwa "dalam hal keadaan daerah tidak memungkinkan suatu pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung dapat menetapkan atau menunjuk Pengadilan Negeri lain dari pada yang tersebut pada Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud".

Pemindahan lokasi sidang, kata Hendardi, harus didukung bukan hanya untuk menjaga kondisi keamanan, tetapi yang utama adalah untuk menjaga independensi hakim.

"Indikasi trial by mob sudah terjadi sejak pertama kali pelaporan atas Ahok ke Bareskrim Polri. Meski tidak ada jaminan independensi, pemindahan ini akan meminimalisir risiko," tuturnya.

Pemindahan lokasi sidang juga memiliki contoh dalam kasus-kasus tertentu sebelumnya, seperti kasus Soemarno Hadi Saputra (Walikota Semarang) dari Pengadilan Negeri Semarang dipindahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada Mei 2012. Kasus DL Sitorus dari Pengadikan Negeri Padang Sidempuan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 2006 serta kasus terorisme Abu Dujana dan kawan-kawan, yang dipindah dari PN Poso ke PN Jakarta Pusat.

Menyimak tekanan massa yang begitu massif pada proses sebelumnya, tambah Hendardi, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) perlu mengambil peran guna memastikan para saksi bisa diproteksi dan nyaman tanpa tekanan dalam memberikan kesaksian.

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Mabes Polri Kombes Pol Martinus Sitompul mengatakan sampai saat ini Polri masih menunggu keputusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Utara soal sidang perdana Ahok.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2016