Yangon (ANTARA News) – PBB mendesak pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi untuk mengunjungi Negara Bagian Rakhine, yang menjadi lokasi aksi brutal militer terhadap warga etnis minoritas muslim Rohingya.

Pemenang Hadiah Nobel Perdamaian tersebut menuai kecaman dari masyarakat dunia karena terkesan membiarkan aksi militer di Rakhine, yang memaksa lebih dari 20 ribu warga Rohingya mengungsi ke Bangladesh, dan dikabarkan mengalami pemerkosaan, pembunuhan dan pembakaran oleh militer Myanmar.

Operasi militer tersebut dilakukan sebagai balasan atas penyerangan pos polisi pada Oktober silam.

Suu Kyi menyebut situasi di Rakhine di luar kendali pemerintah dan meminta masyarakat dunia untuk berhenti menyulut kebencian.

Di New York, penasihat khusus PBB untuk Myanmar Vijay Nambiar, Kamis (8/12) waktu setempat, meminta Suu Kyi untuk secara langsung turun tangan.

"Saya juga meminta Daw Suu untuk mengunjungi daerah Maungdaw dan Buthidaung, dan meyakinkan warga sipil di sana bahwa mereka akan dilindungi," imbuh Nambiar dilansir AFP.

Pertumpahan darah di Rakhine menjadi tantangan terbesar bagi Suu Kyi sejak partai yang ia pimpin memenangi pemilu demokratis perdana dalam satu generasi di Myanmar pada tahun lalu.

Konflik juga membuat geram negara-negara muslim, sementara para demonstran mengecam tindakan brutal militer Myanmar sebagai puncak dari diskriminasi dan penindasan terhadap warga Rohingya yang tidak diakui sebagai warga negara.




Penerjemah: Monalisa
Editor: Ida Nurcahyani
Copyright © ANTARA 2016