Myanmar tidak menyetujui bahwa kelompok tersebut menggunakan istilah Rohingya. Kami tidak mengenal istilah ini."
Nusa Dua (ANTARA News) - Duta Besar Myanmar untuk Indonesia Aung Htoo mengatakan bahwa kaum minoritas yang mendiami sisi utara negara bagian Rakhine menolak untuk pemeriksaan tentang kebenaran identitas dan jangka waktu tinggal di Myanmar.

"Kita harus verifikasi identitas mereka, sudah berapa lama tinggal di Myanmar? Jika Anda baru datang dan tinggal selama satu tahun di Myanmar dan punya izin tinggal, mereka punya kartu izin tinggal permanen," kata Aung Htoo kepada wartawan di Nusa Dua, Bali, Jumat.

Ia mengatakan bahwa sebagian besar kelompok minoritas itu datang dari Bengal, India. Kemudian, mereka pecah jadi Bengal Barat di India, dan Bengal Timur di Pakistan.

"Kemudian jadi Bangladesh. Mereka tidak mempunyai kewarganegaraan karena Pemerintah Bangladesh, India maupun Pakistan juga tidak mengakui kelompok minoritas itu sebagai bagian dari mereka," ujarnya.

Oleh karena itu, menurut dia, Pemerintah Myanmar ingin melakukan verifikasi terhadap kelompok itu.

"Pemerintah sebelumnya tidak pernah verifikasi. Baru di masa Aung San Suu Kyi," ujarnya.

Namun, ia mengungkapkan bahwa kelompok tersebut tidak mau mengaku sebagai etnis Bengali, melainkan mereka ingin diakui sebagai Rohingya.

"Myanmar tidak menyetujui bahwa kelompok tersebut menggunakan istilah Rohingya. Kami tidak mengenal istilah ini. Pemerintah telah memrotes penggunaan kata tersebut sejak lama," tuturnya.

Menurut Undang-Undang Kewarganegaran Nomor 4 Tahun 1982 di Myanmar terdapat tiga golongan kewarganegaraan, yaitu warganegara Myanmar asli, warganegara asosiasi,  dan warganegara dinaturalisasikan.

Terkait tuduhan genosida yang dialamatkan kepada Pemerintah Myanmar, Duta Besar Aung Htoo membantahnya karena hal tersebut tidak benar.

"Jika Anda bilang kita membunuh mereka pasti jumlah mereka berkurang. Namun, Anda bisa lihat bahwa jumlah mereka semakin bertambah," demikian Aung Htoo.

Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016