Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) optimistis bisa mengembalikan kejayaan sektor kehutanan agar dapat memberi kontribusi besar dalam perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

"Diperlukan identifikasi masalah kehutanan secara fundamental dan tepat untuk menentukan capaian kinerja kehutanan ke depan," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya di Jakarta, Selasa.

Identifikasi masalah diperlukan karena perkembangan kondisi kehutanan selama lima tahun terakhir (2011-2016) tidak terlepas dari kondisi sebelumnya, baik dari sisi persoalan nyata di lapangan, persoalan kapasitas lembaga, persoalan kebijakan serta bentuk-bentuk transaksi dalam pelaksanaan kebijakan yang ada.

Penyelesaian permasalahan kehutanan tersebut bukan hanya menentukan apa masalahnya, tetapi juga diperlukan menentukan strategi serta bagaimana solusi masalah-masalah tersebut dapat dijalankan.

Selanjutnya agar strategi tersebut dapat dijalankan juga diperlukan prasyarat kelembagaan, kepemimpinan kehutanan maupun prasyarat berjalannya pelaksanaan program.

"Kebijakan alokasi sumberdaya alam termasuk hutan ini harus dilakukan untuk mewujudkan cita-cita keadilan bagi rakyat banyak," kata dia.

Pada masa mendatang, pemanfaatan sumber daya alam yang terkait dengan penggunaan lahan dan hutan, seperti tambang, kebun, tanaman pangan, akan terus meningkat kebutuhannya. Karena itu, pemanfaatan sumber daya hutan harus dilakukan secara adil dan berkelanjutan.

Hutan yang dikelola tidak lestari dan tidak adil akan mengalami penurunan kualitas fungsi khususnya hutan lindung dan kawasan konservasi, penurunan produk hasil pengelolaan hutan alam produksi dan pemanfaatan hutan untuk masyarakat yang stagnan.

"Persoalan lingkungan hidup menjadi masalah serius, dan juga pengelolaan hutan khususnya di Pulau Jawa dan pulau-pulau kecil lainnya. Semakin tinggi frekuensi kejadian bencana alam dewasa ini, menunjukkan indikasi bahwa daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah terlampaui," kata Siti.

Dia menjelaskan Pulau Jawa menempati posisi pertama terjadinya banjir dan longsor harus dapat menjadi perhatian orientasi kebijakan kehutanan akibat kerusakan tutupan hutan dan bertambahnya lahan kritis.

Hutan yang dikelola negara sejauh ini tidak dianggap sebagai aset dan kekayaan negara, sehingga menjadikan rendahnya perhatian para pelaku kehutanan tersebut terhadap upaya pelestariannya.

Hal lain yang terkait dengan lingkungan hidup, yaitu disamakannya pulau-pulau kecil terhadap eksploitasi sumberdaya alam dan konversi hutan alamnya yang menyebabkan bencana lingkungan dan sosial ekonomi jangka panjang di pulau-pulau itu.

"Karena itu, perlindungan dan pemulihan fungsi sumber daya hutan khususnya di Pulau Jawa dan pulau-pulau kecil lainnya termasuk kinerja instansi yang mengelola kawasan hutannya harus menjadi perhatian serius," tegas Menteri Siti.

Konflik dan klaim-klaim atas tanah termasuk dari mereka yang mengaku masyarakat lokal seperti yang banyak terjadi saat ini semakin memprihatinkan. Peningkatan akses masyarakat terhadap sumber daya hutan yang berkeadilan harus menjadi jawaban atas permasalahan tersebut.

"Pemerintah akan terus mendorong pelaksanaan program perhutanan sosial dengan melibatkan para pemangku kepentingan secara intens dalam perumusan dan implementasi kebijakan tersebut," kata dia,

Untuk mewujudkan hal itu, pemerintah merangkul semua elemen, salah satunya melalui Kongres Kehutanan Indonesia (KKI), yang menjadi forum rembuk seluruh konstituen Kehutanan (pemerintah, pelaku bisnis, masyarakat dan akademisi dan pemerhati/LSM Kehutanan) per lima tahun sekali yang membahas tiga hal.

Yaitu refleksi pembangunan kehutanan yang sedang berjalan, membahas persoalan-persoalan lintas sektoral dalam pembangunan kehutanan dan menetapkan langkah-langkah strategis lima tahun kedepan melalui Garis-Garis Besar Haluan Kehutanan (GBHK).

Pewarta: Indriani
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2016