Jakarta (ANTARA News) - Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan bahwa tantangan terbesar industri minyak dan gas bumi (migas) pada tahun 2017 adalah terletak pada teknologi pendukung.

"Ladang sumur minyak Indonesia sudah tua, produksi sudah tidak bisa maksimal, untuk bisa meningkatkan tingkat kekuatan produksi haruslah memerlukan dukungan teknologi yang mumpuni. Apakah Indonesia punya?," tanya Arcandra ketika menghadiri diskusi Outlook Migas 2017 di salah satu hotel di Jakarta, Senin.

Arcandra juga mengatakan bahwa Indonesia masih belum diketahui di mana letak cadangan migas yang tersisa, karena memang belum ada teknologi yang mampu mendeteksi secara tepat keberadaan migas.

Tingkat kompleks permasalahan teknologi tersebut yang membuat biaya mahal untuk upaya eksplorasi, sebab tidak semua memiliki teknologi yang memadai, walau sumber daya manusia sudah mumpuni.

Dengan adanya kehadiran teknologi, efisiensi produksi migas dapat dicapai. Salah satu solusinya adalah bermitra dengan pihak swasta atau asing yang memiliki dukungan teknologi tersebut.

Metode gross split menjadi salah satu solusi efisiensi produksi, dengan manghapuskan skema cost recovery. Gross split dapat memangkas pembagian APBN karena bekerja sama atau sharing sesuai dengan fungsi dan kinerja masing-masing pihak.

Saat ini, kontrak bagi hasil (Production Sharing Contract/PSC) migas antara negara dengan kontraktor masih menggunakan skema cost recovery, atau terhitung setelah biaya operasional tertutup dari hasil produksi.

Pada kesempatan yang sama, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan mengatakan bahwa industri minyak dan gas bumi akan memfokuskan pada efisiensi berbasis hasil produksi.

"Hingga saat ini produksi belum efisien. Karena itu kebijakan migas ke depan yang pertama adalah soal efisiensi produksi," kata Jonan.

Alasan berfokus pada efisiensi produksi adalah karena harga migas tidak menentu dan tidak ada yang memiliki takaran untuk menentukan. Selanjutnya yang kedua adalah migas Indonesia harus belajar lebih menjadi industri kompetitif dan memahami pasar.

Pewarta: Afut Syafril
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2016