Soke, Turki (ANTARA News) - Seorang tetangga keluarga Mavlut Altintas, penembak mati duta besar Rusia untuk Suriah Andrei Karlov, menyebut Altintas sosok yang menjaga jarak dan lebih banyak menghabiskan waktu bersama adik tiri dan neneknya.

Tak ada yang tahu sewaktu muda Altintas pernah bersumpah setia kepada Fethullah Gulen. Gulen adalah bekas sekutu Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan dan sukses membangun jejaring yang luas di kepolisian. Gulen membantah tudingan Erdogan bahwa dia berada di balik kudeta gagal Juli silam.

"Dia anak yang butuh bantuan. Dia anak pendiam yang tak punya teman di sekolah," kata Bahri Gokciyel yang sama-sama berasal dari kota Soke yang kini bekerja di kedai teh di Soke.

Gokciyel menyebut Altintas dua kali gagal lulus ujian masuk perguruan tinggi.

Erdogan menyebut Altintas pengikut Gulen, padahal sehabis menembak mati dubes Karlov, pria yang lolos dari penjagaan karena mengenakan lencana polisi itu sempat meneriakkan slogan-slogan Islam garis keras yang bertolak belakang dengan ajaran moderat dan mempromosikan dialog antaragama yang dipromosikan Gulen.

Setelah pindah dari Soke ke Ankara karena telah menjadi polisi, Altintas kerap pulang ke kampung halamannya di Soke.

"Mert lebih sering tinggal bersama neneknya, kami pernah melihatnya di jalanan sewaktu kami bermain," kata pemuda berusia 22 tahun bernama Tolga Tosun, yang tumbuh berkembang bersama Altintas, dan kini menjadi aktivis partai di Soke.

"Dia tidak pernah mau bergaul, tidak pernah mau berbicara kepada siapa pun. Dia selalu sendiri dan berdiam diri," sambung Tosun.

Tosun bahkan menyatakan keluarga besar Altintas adalah pendukung partai nasionalis dan mereka keluarga yang saleh.

Tindakan yang dilakukan Altintas menimbulkan pertanyaan mengenai dampak krisis Suriah terhadap Turki.

Sejumlah orang Turki yang taat beragama yang kerap mengikuti anjuran Erdogan mengenai pentingnya menyelamatkan Suriah dari Presiden Bashar al-Assad, kini kecewa terhadap berbalik dekatnya Erdogan kepada Rusia yang tak lain adalah penyokong utama Bashar al-Assad.

"Sejak 2011, retorika keras pemerintah menyangkut Suriah telah membuat konstituen (Erdogan) begitu sensitif menyangkut tragedi yang berlangsung di Suriah," kata Sinan Ulgen, bekas diplomat Turki dan analis pada Carnegie Europe.

"Konstituen ini menjadi kehilangan arah dan hampir merasa dikecewakan," sambung dia.

Di Soke, beberapa warga kota ini melihat sisi gelap Gulen yang disebut pemerintah "Organisasi Teror Gulenis".

Gokciyel, bekas tetangga Altintas, yakin Altintas telah menggunakan koneksi Gulenis untuk bisa masuk akademi polisi. Pemerintah sendiri sudah lama menganggap para pengikut Gulen telah memanfaatkan lembaga-lembaga pendidikan afilliasi mereka untuk menyusup ke sistem layanan publik dan polisi.

Tetapi apa pun yang terjadi nanti, penduduk kota Soke, seperti kebanyakan orang Turki umumnya, merasa suasana menjadi lain setelah pembunuhan duta besar Rusia itu.

"Membunuh seorang duta besar itu memalukan. Tidak saja bagi si pembunuh, tetapi juga bagi negara kami," kata Yurdakos Elgun dari partai oposisi sekuler CHP.

"Leluhur kami mengajarkan kepada kami tamu itu tidak boleh dibinasakan," tutup dia seperti dikutip Reuters.

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2016