Saya berharap, yang baik dari beliau dipakai, yang buruk dijauhi."
Jakarta (ANTARA News) - Ia tidak pernah merasa takut kehidupan pribadinya dibuka ke publik, tetapi jangan mencoba untuk memfitnahnya, karena orang bersangkutan akan dikejar sampai ke ujung langit.

Itulah salah satu perilaku Muhammad Maftuh Basyuni, yang Sabtu (24/12/2016) bertepatan dengan peringatan 100 hari wafatnya. Ia wafat pada 20 September 2016 di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta.

Maftuh, yang mantan Menteri Agama pada Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) I periode 2004-2009, termasuk sosok tokoh yang sangat terbukanya kepada awak media.

Sosok pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 4 November 1939 itu memiliki banyak tapa laku dan keteladanan yang patut dikenang sekaligus layak diikuti oleh siapa pun, baik pejabat maupun orang kebanyakan.

Sesuai dengan pengakuan MB, demikian banyak orang menyebutnya, ingin terbuka apa adanya terhadap siapa saja. Dalam berbagai urusan dinas dan pribadi tidak ada yang disembunyikannya.

Tentu saja, keterbukaannya itu tidak bisa semua dijadikan informasi yang "telanjang", tetapi tersaring mana yang pantas disampaikan kepada publik dan disimpan hanya cukup diketahui kalangan tertentu saja.

Setelah lengser dari Menteri Agama, MB banyak aktif dan mengurusi umat di Masjid Agung At-Tin, Jakarta Timur. Para santri di pondok pesantren miliknya di Desa Cigelis, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, juga diperhatikan sehingga mereka pun merasa sedih atas kepergian sang ulama.

MB sempat kembali mendapat kepercayaan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) manakala ditunjuk menjadi Ketua Satuan Tugas Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (Satgas TKI). SBY pun menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) pembentukan Satgas TKI pada Juli 2011.

Mantan Duta Besar (Dubes) RI untuk Kerajaan Arab Saudi dan Kesultanan Oman tersebut bekerja di Satgas TKI didampingi wakil, mantan Kapolri (Purn) Jenderal Bambang Hendarso Danuri, mantan Jaksa Agung Hendarman Supandji dan mantan Utusan Khusus Presiden untuk Timur Tengah, Alwi Sihab. Ada pun anggota timnya berjumlah 19 orang.

Dalam bekerja, MB melakukan pengecekan ulang di lapangan. Bahkan, wartawan pun didatanginya untuk mencari informasi tambahan sebagai bahan rujukan untuk bahan pengambil kebijakan.

Bahkan, ia saat masih menjabat Menteri Agama RI secara rutin mengajak penulis berdiskusi di ruang kerjanya membahas isu-isu menarik.

Meminta pandangan wartawan, misalnya seputar Ahmadiyah, aliran sempalan dalam agama, pornografi dan kehidupan antarumat beragama bukanlah hal tabu bagi MB. Termasuk, persoalan penyelenggaraan ibadah haji yang dipandangnya ingin dipisahkan dari Kementerian Agama (Kemenag).

"Jika ada pendapat dari tukang penyapu jalanan, dan pendapatnya bagus, saya akan ambil. Tak perlu memandang siapa orangnya," ungkap MB suatu hari, ketika membuka diskusi pribadi.

Lantaran diskusi berlangsung seru dan lama, ajudan pun saat itu tak berani menghentikan pembicaraan yang tengah hangat-hangatnya. Ajudan agaknya tak kehilangan akal. Sambil menyerahkan map berisi jadwal kegiatan, ia mengedipkan sebelah mata ke saya. Cepat-cepat kunyatakan ke MB bahwa diskusi dapat dilanjutkan lain waktu.

Sebelum meninggalkan ruang kerjanya, MB minta tolong dibukakan brankas. Terasa tak enak di hati, jangan-jangan MB mau memberikan "doku".

Oleh karena belum pernah melihat dan membuka brankas uang, apa lagi milik seorang menteri, penulis pun makin grogi. Sedikit gemetar. Lantas, ia pun mengambil secarik kertas. Minta dibacakan angka-angka, yang ternyata adalah kode kunci brankas. Sambil memutar sesuai petunjuk, tak lama pintu brankas terbuka, dan tak ada uang di sana. Hanya satu map di dalamnya.

"Saya tak pernah nyimpan uang di brankas. Kan urusan jalan dan jajan sudah ada yang ngatur," ujar MB, sambil mengucap terima kasih dan mempersilahkan meninggalkannya.

Di penghujung akhir hayatnya, MB sempat melontarkan kelakar ketika penulis bersama isteri membesuknya di RSPAD Gatot Soebroto. Kala itu ia terlihat bernafas terengah-engah layaknya habis berlari kencang.

Mengenakan selang infus di tangan, berpakaian seperti kebanyakan pasien lain rumah sakit ketika menjalani perawatan, MB pun masih banyak mencurahkan pikirannya terhadap berbagai permasalahan menarik di negeri yang dicintainya ini, Indonesia.

Ibu Wiwik Maftuh Basyuni, yang setia menemani MB, selalu meluangkang waktu bersama termasuk saat dirawat di Rumah Sakit Dharmais Jakarta dan Prince Court Hospital di Kuala Lumpur, Malaysia. Ia menyilakan penulis duduk di samping suaminya tercinta.

Kepada MB sempat kujelaskan tentang penerbitan buku biografinya yang tengah dirampungkan. Sontak, tak kusangka MB dengan suara perlahan bertanya kepadaku: "Ahok mau jadi wakil presiden?"

Sulit hati ini sekaligus tak mampu menjawabnya. Namun, penulis tak bisa menahan tawa karena pertanyaan MB terasa aneh munculnya. Tetapi, ia terus tampak serius memperhatikan dengan sorot mata tajamnya. Ia terus melototi seolah minta jawaban tegas. Agar merasa terhibur, MB pun kualihkan pembicaraannya ke soal lainnya. Tapi, ia tahu siasat itu. Karenanya, ia kembali menanyakan kembali pertanyaan awalnya.

Penulis pun hanya mampu berkomentar, jika Allah SWT menghendaki, maka tentu jadi. MB pun terlihat tak lagi ngotot untuk mendapat jawaban perihal Ahok, sebutan akrab Gubernur Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Basuki Tjahaja Purnama.

MB bisa dimaknai sebagai sosok sensitif. Isu sekecil apa pun, jika dinilai penting langsung mendapat perhatiannya. Ia pun tak segan-segan memuji beberapa pejabat yang membantu secara habis-habisan (all out) ketika masih menjabat sebagai Menag RI.

Ia sempat menyebutkan sejumlah pendamping tangguhnya, seperti mantan Sesjen Kemenag Bahrul Hayat, Nasaruddin Umar (kini Imam Masjid Istiqlal), Atho Mudzhar (Litbang Kemenag), IBG Yudha Triguna (mantan Dirjen Bimas Hindu), bahkan Budi Setiawan (mantan Dirjen Bimas Buddha) yang berjulukan " si kocak".

Mantan Dirjen Bimas Kristen, Dirjen Bimas Katolik dan Dirjen Pendis juga sering disebut-sebut, tetapi ia belakangan lupa namanya. Mereka membantu dengan sungguh-sunggu. Bekerja dinilainya bersih. "Slamet Riyanto, mantan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah, itu bekerja baik. Ia bekerja selamat karena terus berada di belakang saya," kata MB, suatu kali.

Untuk memulihkan citra Kemenag yang tengah terpuruk akibat kasus korupsi, MB pun mengaku bersyukur punya staf juru bicara Kemenag yang bagus. "Saya kira, Mashuriyang terbaik hingga saat ini dibanding lainnya," ujarnya, mengenai kinerja Kepala Pusat Informasi dan Humas-nya.

MB memang tergolong berusia lanjut ketika menjadi menteri dibanding para menteri-menteri lainnya di KIB jilid I. Kesehatannya kadang terganggu, tetapi semangat dalam bekerja sangatlah luar biasa.

"Kita bisa dikalahkan orang yang bekerja seperti anak muda," ungkap dr. Ramon Andreas, dokter pribadinya.

MB tak akan berhenti bekerja sebelum semua tuntas. Ketika menjabat sebagai Satgas TKI, ia rajin melobi para pejabat Arab Saudi, petugas penjara setempat sampai hasilnya dilaporkan kepada SBY.

"Kerjanya sangat teliti, hasilnya pun pasti," kata Ramon.

Kerja kerasnya pun terlihat ketika satu saat melakukan kunjungan kerja ke Surabaya, Jawa Timur. MB saat itu baru saja menjalani operasi mata. Ia seharusnya beristirahat, tak boleh melakukan aktivitas apa pun. Lantaran sudah dijadwalkan, ia pun merasa berkewajiban harus memenuhi undangan Rektor Institut Agama Islam Negeri/IAIN Sunan Ampel (kini Universitas Islam Negeri/UIN Sunan Ampel) Prof Nur Syam (kini Sesjen Kemenag).

Sehubungan dengan tidak ada dokter yang mendampingi dalam kunjungan kerja tersebut, penulis pun diminta MB untuk mendampinginya. Tuntas sudah jabatan ini menjadi wartawan merangkap ajudan Pak Menteri. Ini tak lepas dari sikap MB yang tak senang berkunjung membawa anggota rombongan dinas dalam jumlah besar.

Di mushala yang ada di ruang khusus (very important person/VIP) Bandara Juanda, MB tiba-tiba meminta penulis bersila di lantai dan persis di hadapannya. Ia pun membaringkan kepalanya ke pangkuan ini, dan minta ditetesi obat mata secara perlahan-lahan.

Saat itu ingatan ini pun langsung melayang ke pertemuan lainnya, manakala MB sakit dan dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta. Di bulan puasa, tengah malam itu saat dibesuk, MB sempat kakinya kupijiti perlahan-lahan. Ia pun terlihat senang.

Ketika peringatan 100 hari wafatnya di Gedung Granadi, Jakarta, Sabtu (24/12/2016) banyak undangan datang untuk membaca Surah Yasin, berzikir sekaligus berdoa bagi MB yang foto sosoknya sedang duduk sambil melempar senyum di ruang acara.

Banyak kenangan dan pujian indah terhadap MB, yang menjadi ayah Irfan Fakhrianto Basyuni, Mouna Fakhriani Basyuni, Eko Ahmad Ismail Basyuni dan Nabil Basyuni.

"Saya berharap, yang baik dari beliau dipakai, yang buruk dijauhi," demikian Muzamil Basyuni, adik kandung MB yang kini mengurusi Masjid Istiqlal Jakarta.

Oleh Edy Supriatna Sjafei
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016