Bandarlampung (ANTARA News) - Potensi sumber energi dari alam di Indonesia dinilai masih melimpah namun hingga kini belum termanfaatkan secara optimal.

Pemerintah berupaya mendorong pemanfaatan limpahan potensi energi itu, termasuk energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE) seperti panas bumi, di tengah ancaman krisis listrik masih terus mendera hingga ke daerah-daerah.

Krisis energi listrik masih terjadi di sejumlah daerah di Indonesia, termasuk di Provinsi Lampung. Karenanya terus berlangsung pemadaman listrik PLN secara bergilir. Ini akibat defisit daya listrik tidak sebanding antara daya listrik yang dibutuhkan dengan kemampuan daya listrik tersedia dari pembangkit yang ada.

Ancaman krisis listrik kian meluas. Inilah yang makin memacu pemerintah dan stakeholder ketahanan energi nasional mendorong pemanfaatan potensi energi alternatif. Seperti panas bumi, sebagai salah satu sumber listrik yang dinilai lebih aman dan tersedia berlimpah di Indonesia yang termasuk dalam kawasan "cincin api" (Ring of Fire) di dunia ini.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebutkan potensi pembangkit panas bumi atau geothermal di Indonesia melimpah, namun baru tergarap sekitar lima persen saja.

"Potensi pembangkit listrik tenaga panas bumi yang dikerjakan sekarang baru ada lima persen atau 29.000 megawatt, dan potensi sisanya 95 persen perlu dikerjakan karena ada potensi yang besar sekali," kata Presiden Jokowi, Selasa (27/12).

Presiden meresmikan proyek Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Lahendong Unit 5 dan 6 serta PLTP Ulubelu Unit 3 yang berlokasi di Kabupaten Tanggamus, Lampung, dalam acara peresmian yang digelar di Tompaso, Minahasa, Sulawesi Utara.

Pemerintah saat ini menargetkan bisa menghasilkan pasokan listrik 7.500 MW sampai tahun 2025. "Target kita 7.500 MW sampai tahun 2025 karena ini potensinya ada," kata Presiden Jokowi.

Pemerintah mendorong percepatan pembangunan proyek listrik di Indonesia, dan Presiden Jokowi menjelaskan pemerintah sudah memangkas perizinan dan menyederhanakan regulasi untuk mendukung hal tersebut. Tiga proyek infrastruktur pembangkit listrik tenaga panas bumi PT Pertamina (Persero) senilai 532,07 juta dolar AS atau Rp6,18 triliun segera beroperasi.

Tiga proyek infrastruktur kelistrikan nasional telah diresmikan pengoperasiannya oleh Presiden RI Joko Widodo, di Minahasa itu, meliputi PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 berkapasitas 2 x 20 MW di Tompaso, Sulawesi Utara.

PT Pertamina menyebutkan proyek senilai 282,07 juta dolar AS atau setara dengan Rp3,3 triliun tersebut mulai dikerjakan sejak 5 Juli 2015 dengan target penyelesaian masing-masing Desember 2016 dan Juni 2017.

Proyek tersebut sukses dikerjakan lebih cepat yakni pada 15 September 2016 atau lebih cepat tiga bulan untuk unit 5, dan 9 Desember 2016 atau lebih cepat enam bulan untuk unit 6.

PLTP Lahendong Unit 5 dan 6 yang menggunakan skema total proyek (hingga menghasilkan listrik) tersebut telah menambah kapasitas pembangkit di Area Lahendong menjadi 120 MW dan memperkuat sistem ketenagalistrikan di Minahasa Sulawesi Utara, dengan tidak kurang 240 ribu rumah tangga teraliri listrik.

Selama pelaksanaan proyek menyerap tenaga kerja lokal tidak kurang dari 1.800 orang, dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) mencapai 42,68 persen.

Proyek selanjutnya adalah PLTP Ulubelu Unit 3 dengan kapasitas 1 x 55 MW dan investasi 250 juta dolar AS yang setara dengan Rp2,8 triliun.

Proyek itu juga dengan skema total proyek, PLTP Ulubelu Unit 3 ini mulai dikerjakan pada 5 Juli 2015 dengan target selesai Agustus 2016, namun berhasil masuk ke dalam sistem pada 26 Juli 2016 atau lebih cepat satu bulan.

Proyek yang berlokasi di Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung ini telah menyerap tenaga kerja sekitar 3.000 orang, dengan TKDN mencapai 50,89 persen.

"Presiden Joko Widodo telah memimpin pelaksanaan ground breaking ketiga proyek PLTP tersebut di Kamojang 15 Juli 2015 lalu, dan hari ini beliau memimpin langsung peresmian pengoperasian ketiganya," kata Direktur Utama PT Pertamina Dwi Soetjipto dalam keterangan tertulisnya.

Ia mengatakan, Pertamina selaku induk usaha Pertamina Geothermal Energy (PGE) memberikan apresiasi kepada seluruh pekerja PGE yang berhasil membuktikan kompetensi utamanya.

"Dengan menyelesaikan proyek lebih cepat dari jadwal, sehingga lebih cepat dapat membantu pemerintah dalam upaya memperluas layanan listrik untuk masyarakat," ujarnya.

Dwi Soetjipto mengatakan proyek-proyek infrastruktur energi yang dibangun Pertamina diharapkan dapat memberikan efek berganda terhadap kehidupan ekonomi masyarakat, mulai dari teraliri listrik hingga terbuka lapangan kerja selama pelaksanaan proyek.

Selain itu, pascaproyek sebagai dampaknya tumbuh industri baru karena pasokan listrik yang lebih kuat serta mendorong pemanfaatan energi bersih yang mampu mendorong penurunan emisi CO2.

"Sebagai BUMN energi, Pertamina sangat bangga dapat memberikan kontribusi terbaik untuk negara melalui penyediaan infrastruktur energi dengan terus mengembangkan renewable energy di seluruh Tanah Air," kata Dwi.

Melalui PGE, Pertamina menargetkan penambahan kapasitas pembangkitan panas bumi sebesar 1.037 MW pada 2021.

Selain ketiga proyek yang diresmikan hari ini, Pertamina juga memaparkan progres proyek-proyek PLTP lainnya yang diground breaking oleh Presiden pada 5 Juli 2015, antara lain Karaha Unit 1 dengan kapasitas 1x55 MW yang saat ini sudah mencapai 91 persen, atau akan selesai pada Mei 2017.

Kemudian Lumut Balai Unit 1 & 2 berkapasitas 2x55 MW dengan progres proyek mencapai 71 persen.

Sedangkan proyek Hululais 1 berkapasitas 1x55 MW dan Kerinci Unit 1 kapasitas 1x55 MW dengan masing-masing proyek telah berjalan 67 dan 43 persen.

"Proyek-proyek yang diresmikan hari ini total nilainya 532,07 juta dolar AS atau setara dengan Rp6,18 triliun dari total Rp26 triliun yang dianggarkan Pertamina untuk proyek yang sedang berjalan sampai dengan 2020," kata Dwi Soetjipto.


Panas Bumi Berlimpah

Limpahan potensi energi panas bumi di Indonesia terungkap pada Semiloka Hasil Kegiatan Rumah Kolaborasi (Ruko) dan Launching Menuju Center Of Excelent Pemanfaataan Geothermal Sumatera (Membangun Koalisi Untuk Direct Use) yang diselenggarakan Ruko bekerjasama dengan WWF Indonesia di Bandarlampung, Selasa (20/12).

Dalam semiloka sehari di Kirana Room Whiz Prime Hotel Bandarlampung hadir narasumber Ir Warsito (Koordinator Ruko), Eko Yudho (PT PGE Area Ulubelu), Prof Suharno MT (Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung), Armen Yasir SH MH (Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung), dan Rony Chandra (Perwakilan Ditjen Panas Bumi Kementerian ESDM RI, serta Indah Sari Wardani (Manager Climate and Energy WWF Indonesia).

Warsito membeberkan hasil survei potensi dan pemanfaatan panas bumi di Lampung yang dilakukan oleh Tim Rumah Kolaborasi.

Potensi panas bumi di Lampung sangat besar, diperkirakan mencapai sebesar 2.800 MW atau ketiga terbanyak di Indonesia, setelah Jawa Barat dan Sumatera Utara, tersebar utamanya pada empat kabupaten, dengan pemanfaatan baru sebesar 5 persen.

"Lampung kaya akan potensi energi panas bumi, tetapi masih defisit energi listrik, sehingga masih harus disuplai dari Pembangkit Sumbagsel," ujar mantan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung itu pula.

Tiga besar potensi energi geothermal di Lampung, yaitu Ulubelu dan Way Panas, Wonosobo, Tanggamus sebesar 750 MWe, disusul Suoh-Sekincau, Lampung Barat dengan potensi 660 MWe, dan Gunung Rajabasa, Lampung Selatan potensi 300 MWe, serta PLTP PGE Ulubelu yang sudah berproduksi 2 x 55 MWe.

PLTP Ulubelu terus mengembangkan lagi PLTP Unit 3 (sudah beroperasi 2016) dan 4 (2017), masing-masing 55 MWe.

Jika saja tiga sumber potensi energi panas bumi utama, termasuk sumber energi panas bumi Gunung Rajabasa telah terbangun, maka Lampung akan mampu swasembada energi listrik yang dapat dijual ke provinsi lain, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Provinsi Lampung.

Menurut Rony Chandra dari Ditjen Panas Bumi Kementerian ESDM RI, untuk pemanfaatan panas bumi Lampung yang berada di Way Ratai, Kabupaten Pesawaran dapat dilakukan pada 2017 karena telah ada hasil lelang dengan pemenang Konsorsium PT Optima Nusantara Energi dan ENEL Green Energy (Italia) untuk wilayah kerja (WK) panas bumi Way Ratai, Pesawaran sebesar 55 MW.

Selanjutnya berdasarkan Permen ESDM No. 17, daerah Suoh dan Sekincau, di Lampung Barat telah dikembalikan WKP panas bumi dari PT Chevron kepada pemerintah pusat. Tetapi selanjutnya PT Chevron diberikan kesempatan untuk melakukan survei lanjutan di Sekincau Selatan terhadap potensi panas bumi yang ada di wilayah tersebut.

Rony menegaskan bahwa prioritas pengembangan energi nasional ke depan adalah memaksimalkan penggunaan energi terbarukan, meminimalkan penggunaan minyak bumi, mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi dan energi baru, menggunakan batu bara sebagai andalan pasokan energi nasional, dan memanfaatkan nuklir sebagai pilihan terakhir.

Pemerintah pusat ke depan akan mendorong pemerintah daerah untuk membuat RUED (Rencana Usaha Energi Daerah) untuk merealisasikan kapasitas terpasang energi nasional sampai dengan November 2016 sebesar 1.513,5 MW (tambahan kapasitas dari PLTP Ulubelu Unit 3 sebesar 55 MW dan PLTP Lahendong Unit 5 sebesar 20 MW) serta tambahan rencana COD PLTP 2016 (PLTP Sarulla Unit 1 sebesar 110 MW, PLTP Lahendong Unit 6 sebesar 20 MW, dan PLTP Karaha Unit 1 sebesar 30 MW).

Bila semua itu terlaksana, maka target 7.241,5 MW dapat tercapai, katanya.

Pada tahun 2021, Indonesia diproyeksikan dapat menjadi negara penghasil energi panas bumi nomor 1 di dunia, mengalahkan Amerika Serikat dan Filipina yang sekarang masih menduduki peringkat 1 dan 2 di dunia.

(B014/T007)

Oleh Budisantoso Budiman
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2016