Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua DPR Fadli Zon menilai penertiban situs-situs di dunia maya yang akan dilakukan pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika harus dilakukan secara transparan dan tidak diskriminatif agar jaminan kebebasan berpendapat tetap dapat dipelihara.

"Saya meminta agar Kominfo tidak gegabah dan tidak diskriminatif dalam mengkontrol situs-situs di dunia maya. Upaya penertiban harus dijalankan secara transparan dan sesuai prosedur agar jaminan terhadap kebebasan berpendapat tetap dapat dipelihara," katanya di Jakarta, Selasa.

Fadli mengatakan tindakan pemblokiran yang sewenang-wenang, selain dapat melanggar konstitusi, juga mengancam kebebasan berpendapat yang telah dibangun.

Dia menekankan kebijakan pemblokiran harus dijalankan secara transparan serta harus melalui mekanisme dan prosedur yang telah ditetapkan dalam konstitusi.

"Kemkominfo punya tata kelola yang harus dijalankan sebelum melakukan pemblokiran. Ada proses pendahuluan seperti verifikasi, pemanggilan pengelola situs, hingga akhirnya diputuskan, apakah cukup dengan peringatan keras atau layak mendapatkan sanksi pemblokiran," ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu mengatakan para pengelola situs juga memiliki identitas yang jelas dan resmi, karena itu bisa ditelusuri sehingga tidak sulit untuk melakukan verifikasi dan pemanggilan.

Menurut dia, menjalankan prosedur sebelum penertiban media itu diperlukan agar tidak dinilai subjektif dalam menjalankan kebijakan tersebut.

"Publik berhak tahu prosedur serta alasan pemblokiran karena dalam UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, diatur bahwa masyarakat berhak mengetahui dasar dari setiap keputusan yang diambil oleh lembaga pemerintah," katanya.

Fadli juga menekankan bahwa hal lain yang justru penting untuk dikontrol serta ditertibkan oleh Kemkominfo adalah keberadaan akun-akun palsu yang sudah jelas melakukan fitnah dan hujatan namun selama ini tidak dilakukan dan cenderung dibiarkan.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2017