Jakarta (ANTARA News) - Sekretaris Jenderal PKB Abdul Kadir Karding menilai materi program Bela Negara yang digagas pemerintah harus minim materi militer, melainkan lebih banyak mengandung materi sejarah perjuangan, konstitusi, persatuan, dan resolusi konflik.

"Syaratnya Diklat Bela Negara lebih menekankan kepada memahami Pancasila, kebhinekaan, dan pemahaman agama yang rahmatan lil alamin. Untuk itu, kesan militeristik pelatihan bela negara dengan berbagai atributnya harus diminimalisir," kata Karding di Jakarta, Rabu.

Dia mengatakan idealnya 80 persen materi Diklat Bela Negara membuat sejarah perjuangan, konstitusi, persatuan, dan resolusi konflik dan sisanya penguatan disiplin dengan baris berbaris serta upacara.

Baca Juga : Panglima: Pancasila dilecehkan, TNI akhiri kerja sama dengan Australia

Menurut dia, untuk mengembangkan semangat persatuan, Diklat seharusnya dilakukan dengan peserta yang beragam, tidak oleh satu kelompok ormas saja.

"Pelatihan Bela Negara terhadap FPI oleh TNI sebagai hal yang tidak perlu direaksi berlebihan karena bisa jadi materi cinta tanah air, toleransi dan disiplin yang disampaikan pada pelatihan, mengubah kelompok yang antikemajemukan menjadi toleran," kata dia.

Dia mengatakan berdasarkan pengalamannya mengisi berbagai pelatihan Empat Pilar dari MPR, dia mencermati di beberapa tempat, memang terjadi pendangkalan pemahaman Pancasila.

Baca Juga : Panglima TNI: hidup dalam negara Pancasila indah

Ketua FPKB di MPR itu, berharap pelatihan bela negara dapat meningkatkan penghayatan terhadap Pancasila sehingga semangat menjaga persatuan dan kebhinekaan di Indonesia terus terjaga.

"Namun program Bela Negara harus ditopang dengan landasan hukum yang jelas, karena bila tidak ada aturan yang gamblang hanya akan menimbulkan kontroversi," katanya, termasuk isu militerisasi melalui organisasi-organisasi paramiliter yang dapat membahayakan semangat demokrasi di Indonesia.

Karding menilai dengan regulasi yang jelas maka ukuran dan prasyaratnya juga akan menjadi jelas sehingga program bela negara tidak bisa hanya bertumpu pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017