Jakarta (ANTARA News) - Kembali ke Oktober 2016, Kementerian Pertahanan Malaysia seperti akan mengkonfirmasi bahwa pilihan untuk Proyek Pesawat Tempur Multi Peran (Multi-Role Combat Aircraft Project) jatuh pada Dassault Rafale atau Eurofighter Typhoon. Akan tetapi, terkait ketidakpastian ekonomi, keputusan tentang MRCA ini akan dibuat pada 2020. 




Untuk fungsi yang sama, calon-calon lain yang potensial —F-18 Super Hornet dan JAS39 Gripen E/F dan juga Sukhoi— tidak dipertimbangkan untuk proyek MRCA itu. Walaupun lampu hijau bagi pilihan MRCA itu masih tiga tahun lagi, namun persaingan pemasaran pesawat-pesawat tempur tetap berjalan terus, menurut malaysiandefence.com dalam laporannya, Selasa (10/1). 




“Pada 2020 kami harus mengambil keputusan soal pembelian MRCA ini. Ini adalah rahasia umum bahwa kami mencari apakah itu Rafale atau Typhoon, namun kami belum memberi keputusan sekarang. Yang harus kami lakukan adalah mengetahui ketersediaannya dan itu tergantung kondisi ekonomi kami,” kata Menteri Pertahanan Malaysia, Hussein Hishamuddin, beberapa waktu lalu.




Dia juga menjelaskan mengapa pilihan itu mengerucut pada Rafale dan Typhoon, dua tipe pesawat tempur bermesin dua. 




“Ada alasan-alasan lain mengapa kami tidak mencari Sukhoi seri terakhir, Hornet, dan Gripen yang adalah buatan Swedia. Tapi yang paling penting adalah, apa pun yang kami pilih, kami harus bisa menjelaskan itu kepada publik,” kata dia. 




Walau begitu, sebagaimana pendanaan MRCA yang masih kelabu, pemasaran MRCA akan menciut laiknya kampanye tentang kemampuan tak kasat mata alias stealth. 




Bagaimana ini berpengaruh pada JAS39 Gripen E/F? Pesawat tempur ini hadir dengan tawaran model C/D yang dilengkapi paket anti peperangan elektronika (Anti Electronic Warfare). Itu dulu, waktu seri tercanggih, E/F belum tersedia karena pemesan utamanya adalah Angkatan Udara Kerajaan Swedia dan Angkatan Udara Brazil. 




Kini, karena Proyek MRCA diundur hingga 2020 maka Saab AB sebagai pabrikan, menawarkan 18 unit JAS39 Gripen E/F, pada akhir 2016 lalu, seturut sumber di Malaysia. 




JAS39 Gripen E/F yang juga kondang dinamakan Gripen NG, dipesan terlebih dulu oleh Angkatan Udara Kerajaan Swedia, diikuti Angkatan Udara Brazil yang memesan sebanyak 36 unit, yang dibangun di Sao Paolo, Brazil, dalam kontrak yang menyeluruh. Varian Gripen E/F ini diterima pemesan antara 2019 hingga 2021. 




Secara pendanaan, Brazil membelanjakan 4,68 miliar dolar Amerika Serikat untuk mengadakan 36 unit JAS39 Gripen E, artinya sekitar 2,34 miliar dolar Amerika Serikat untuk 18 unit. 




Pula, sistem kesenjataan (peluru-peluru kendali, bom, dan roket) yang sudah ada dalam daftar arsenal Tentera Udara Diraja Malaysia bisa dipergunakan memakai pijakan JAS39 Gripen E/F. 




Di ASEAN, operator satu-satunya JAS39 Gripen adalah Angkatan Udara Kerajaan Thailand, yaitu Gripen C/D. JAS39 Gripen juga bertarung dalam program peremajaan pesawat tempur di Skuadron Udara 14 TNI AU untuk menggantikan F-5 E/F Tiger II.  

Penerjemah: Ade P Marboen
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2017