Jangan sampai demo menjadi tren untuk menekan, untuk menyulitkan seseorang, menjelekkan seseorang, menjelekkan pemerintah, menyudutkan pemerintahan
Jakarta (ANTARA News - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengimbau masyarakat untuk tidak menjadikan demonstrasi tren untuk menekan dan menyudutkan pihak lain.

"Bila ada sesuatu yang tidak beres bisa dikomunikasikan, tidak perlu harus demo-demo. Itu sesuatu cara terakhir kalau komunikasi tidak jalan," kata Wiranto kepada wartawan di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Senin, menanggapi demonstrasi FPI di Mabes Polri.

Menurut dia, demonstrasi dalam negara demokrasi adalah hal wajar, namun tidak untuk menyudutkan pihak tertentu.

"Jangan sampai demo menjadi tren untuk menekan, untuk menyulitkan seseorang, menjelekkan seseorang, menjelekkan pemerintah, menyudutkan pemerintahan, itu yang tidak kita kehendaki dalam negara demokrasi," jelasnya.

Kebebasan berpendapat di muka umum, kata dia, memang dijamin undang-undang, tetapi bukan berarti hak  itu digunakan tanpa memperhatikan aturan yang ada.

"Solusi ke depan, hak menyatakan pendapat di muka umum boleh, tapi ada rambu-rambunya dan ada syarat-syaratnya. Kalau syarat-syarat itu dilanggar, berhadapan dengan aparat keamanan," tegas Wiranto.

Ia menyayangkan tindakan massa FPI yang berunjuk rasa di Mabes Polri karena masalah bisa dikomunikasikan dengan baik.

"Masyarakat jangan sedikit-sedikit demo karena akan menghabiskan energi kita sebagai bangsa. Aparat keamanan yang harusnya bisa istirahat malah disibukkan. Seharusnya dikomunikasikan tidak usah ramai-ramai, cukup lima sampai 10 orang. Silakan saja kalau ada yang ingin bertemu dengan saya, pasti akan diterima dengan baik," ujar Wiranto.

DemoFPI ke Mabes Polri ditujukan untuk melaporkan sejumlah pihak, termasuk Kapolda Jabar Irjen Anton Charliyan.  Di Mabes Polri mereka diterimaKepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto dan Kepala Pelayanan Markas Polri Kombes Budi Widjanarko.

Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017