Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Agama mendorong agar travel umrah yang mengantongi izin operasi dari pemerintah untuk berkomitmen melayani jamaah Indonesia sehingga kasus penelantaran jamaah baik di Tanah Suci, Arab Saudi dan di Tanah Air tidak terus terjadi.

"Kemenag dan travel resmi ini memiliki ranah berbeda tapi berjalan dalam koridor yang sama. Perlu perlindungan jamaah," kata Direktur Jenderal Penyelenggaraan haji dan Umrah Abdul Djamil di Jakarta, Selasa.

Pada 2016, sedikitnya 1.920 jamaah terlantar di Arab Saudi dengan berbagai alasan. Terdapat 29 travel umrah yang terlibat dengan rincian 10 travel resmi dan sisanya adalah travel tidak resmi.

Djamil mengatakan angka tersebut harus terus ditekan agar tidak terjadi lagi di masa mendatang. Pada dasarnya, jamaah umrah kerap menjadi pihak lemah yang dirugikan dan tidak memiliki posisi tawar jika sudah menjadi korban.

Maka, kata dia, dituntut komitmen, integritas dan etika bisnis Islami dalam industri travel umrah. Kasus penelantaran banyak disebabkan oleh banyaknya masyarakat yang tergiur paket umrah murah tapi sejatinya berisiko. Nilai keuntungan bisnis yang besar kadang memicu menjamurnya travel umrah, terlebih biro perjalanan abal-abal yang sekadar mengejar untung dan mengabaikan pelayanan prima bagi jamaah.

"Kalau travel umrah itu banyak, maka ada kompetisi. Kalau tidak seperti itu, maka tidak ada kompetisi. Kalau ada insiden penelantaran itu adalah bagian dari kompetisi. Peluang bisnis banyak tapi kerap travel tidak memperhatikan aspek kehati-hatian sehingga timbul persoalan," kata dia.

Menanggapi hal tersebut, Ketua Umum Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Joko Asmoro mengatakan angka telantarnya 1.920 jamaah menunjukkan travel resmi lebih sedikit daripada travel nonresmi. Artinya, travel tidak berizin dengan leluasa mampu menyelenggarakan perjalanan umrah dan memberangkatkan banyak jamaah. Hal tersebut tentu bertolak belakang dengan prinsip perlindungan jamaah.

Menurut dia, travel resmi cenderung lebih aman bagi jamaah karena memiliki standar pelayanan dengan pengawasan langsung dari Kemenag. Berbeda halnya dengan travel tidak resmi yang kerap berupaya memanfaatkan aspek ketidaktahuan jamaah dengan menawarkan program perjalanan umrah berharga miring.

Ujung-ujungnya, kata dia, banyak unsur masyarakat yang akhirnya tergiur untuk menggunakan jasa travel tidak resmi berisiko sehingga berujung pada penelantaran.

Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2017