Jakarta (ANTARA News) - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menegaskan hanya negara yang boleh menamai pulau yang teridentifikasi dan berada di dalam wilayahnya karena hal itu berkaitan dengan kedaulatan nasional suatu negara.

"Yang bisa memberikan nama pulau adalah negara, dan yang bisa mendaftarkan pulau ke PBB adalah negara," kata Susi dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa.

Menurut Susi, saat ini ada 1.106 pulau yang baru diidentifikasi yang siap didaftarkan ke lembaga PBB pada Agustus 2017. Dia mengharapkan Presiden Joko Widodo bisa berangkat guna mengikuti proses pendaftaran ini.

Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti Poerwadi mengungkapkan ada 14.572 pulau hasil verifikasi yang telah dibakukan namanya hingga tahun 2016.

Setelah pembakuan, Indonesia akan mendepositkan nama-nama pulau yang sudah dibakukan hingga 2017 pada sidang UNGEGN di New York, Amerika Serikat, Agustus mendatang.

UNGEGN adalah salah satu kelompok pakar dari Dewan Ekonomi dan Sosial PBB (Ecosoc) yang membahas standardisasi nama-nama geografis baik di tingkat nasional maupun internasional.

Setiap lima tahun, lembaga ini menggelar konferensi PBB mengenai standardisasi nama-nama geografis di dunia. Sebelumnya pada 2012, Republik Indonesia telah melaporkan 13.466 pulau ke PBB.

Langkah mendepositkan 14.752 pulau ke PBB itu bertujuan untuk menjaga keutuhan dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan telah menyatakan kebijakan asing menamai pulau harus sesuai dengan prosedur.

"Siapa saja boleh mengajukan nama, tapi ada prosedur yang dilalui. Harus lewat Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Luar Negeri, lalu didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa," kata dia Kamis pekan lalu.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2017