Jakarta (ANTARA News) - Satuan Tugas Pemberantasan Penangkapan Ikan Secara Ilegal (Satgas 115) dinilai telah melakukan terobosan penegakan hukum dengan menerapkan pendekatan "multidoor" (multi-rezim) dalam penanganan kasus tindak pidana perikanan.

"Kami menerapkan pendekatan multidoor," kata Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti yang juga menjabat sebagai Komandan Satgas 115 di Jakarta, Selasa.

Sejumlah kasus yang ditangani dengan terobosan itu adalah kasus PT AML di Kaimana, PT PBR dan grup di Benjina, PT Mabiru Group di Ambon, dan PT BS di Bali.

Dalam menerapkan multidoor, para penyidik Satgas 115 tidak hanya menggunakan UU Perikanan tetapi juga UU Pelayaran, KUHP, UU Karantina Ikan, UU Tindak Pidana Perdangangan Orang, UU Ketenagakerjaan, dan UU Administrasi Kependudukan.

Selain itu, Satgas 115 tidak hanya mengejar pelaku di lapangan seperti nakhoda/fishing master, tetapi juga menjerat korporasi sebagai pelaku tindak pidana atau melalui mekanisme legal yang disebut sebagai "corporate criminal liability".

Pada tahun 2016, Satgas 115 berhasil menangkap FV Viking (kapal pencuri ikan lintas-negara yang diburu Interpol), dan dikandaskan pada 14 Maret 2016 di Pangandaran, Jawa Barat.

Sebelumnya, upaya penegakan tindak pidana perikanan seperti aktivitas pencurian ikan di kawasan perairan Indonesia perlu diselaraskan agar penindakan tersebut juga bisa bermanfaat bagi penerimaan kas negara.

Direktur Eksekutif Center of Maritime Studies for Humanities Abdul Halim menyatakan bahwa upaya penegakan hukum terhadap pelaku pencurian ikan belum dijalankan melalui peran pengadilan perikanan dalam rangka meningkatkan kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak.

Dia mengingatkan, UU No. 45 Tahun 2009 Tentang Perikanan menyatakan, pengelolaan barang bukti hasil tindak pidana perikanan bisa dilakukan antara lain dalam bentuk dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah mendapat persetujuan ketua pengadilan negeri, atau dilelang dengan persetujuan ketua pengadilan negeri.

"Dengan perkataan lain, upaya penegakan hukum atas tindak pidana perikanan belum diarahkan untuk meningkatan kas negara, meski diperlukan kerja sama ekstra pemerintah dan aparat penegak hukum," katanya.

Namun, Abdul Halim juga mengapresiasi penindakan terhadap pelaku pencurian ikan sehingga sepanjang Oktober 2014-Desember 2016, sedikitnya 236 kapal ikan baik dari dalam maupun luar negeri telah ditenggelamkan.

Sementara itu, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengapresiasi upaya pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) karena telah serius dalam menanggulangi tindak pidana pencurian ikan di kawasan perairan RI.

"Pemerintah telah menunjukkan kerja serius terhadap penanggulangan tindak IUU (Illegal, Unreported, and Unregulated) Fishing," kata Wakil Sekretaris Jenderal Kesatuan Nelayan Tradisional (KNTI) Niko Amrullah di Jakarta, Kamis (15/12).

Niko mengemukakan hal tersebut ketika ditanyakan mengenai evaluasi terhadap kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) pada tahun 2016, yang banyak terkemuka di media terkait penenggelaman kapal penangkap ikan asing ilegal.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2017